Kata strategi
berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “ stratos”
yang artinya tentara dan kata “agein”
yang berarti memimpin, dengan demikian, strategi dimaksudkan adalah memimpin
tentara. Lalu muncul kata strategos
yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep
militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The art of general) Cangara (2009 : 292).
Pada dasarnya dalam strategi ada prinsip
yang harus dicamkan, yakni tidak ada sesuatu yang berarti dari segalanya
kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka
mengerjakannya. Clausewitz (1780-1831) dalam Cangara (2009 ; 292) merumuskan
strategi sebagai seni yang menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan
perang. Sementara Marthin Anderson (1968) dalam Cangara (2009 ; 292) merumuskan
strategi sebagai seni yang melibatkan kemampuan intelegensi/ pikiran untuk
membawa semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan dengan memperoleh
keuntungan yang maksimal dan efisien. Orang Yunani memahami strategi lebih dari
sekedar berperang dalam pertempuran. Seorang Jenderal yang baik harus
menentukan jalur suplai yang tepat, memutuskan kapan untuk berperang dan kapan
tidak, dan mengelola hubungan angkatan bersenjata dengan penduduk, politis dan
diplomat.
Menurut kamus
besar bahasa Indonesia dalam Arifin (2011 : 130), strategi merupakan rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sesuatu. Strategi juga bisa bermakna
sebagai rencana yang berskala besar dengan orientasi kepada masa depan untuk
berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran-sasaran
tertentu. Strategi mencerminkan cara seseorang tentang bagaimana, kapan dan
dimana seseorang harus bersaing, melawan siapa dan untuk maksud dan tujuan apa.
Menurut Onong Uchjana
Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” (1981 : 84) menyatakan
bahwa :
“.... strategi
komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk
mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan
(approach) bisa berbeda sewaktu-waktu
tergantung dari situasi dan kondisi”.
Pendapat Effendi tersebut mendefinisikan
strategi sebagai salah satu cara, siasat atau taktik operasional yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam perkembangannya, konsep strategi terus
mengalami perubahan dan perkembangan. Masalah-masalah dalam strategi sering
diakitkan dengan metode, teknik dan taktik, begitupula dalam perumusan strategi
komunikasi. Strategi komunikasi (Effendi, 2000) baik secara makro (Planned multimedia strategy) maupun
mikro (single communication medium
strategy) mempunyai fungsi ganda, yaitu :
a.
Menyebarluaskan pesan komunikasi yang
bersifat informatif, persuasif dan instruksi secara sistematis kepada sasaran
untuk memperoleh hasil yang optimal.
b.
Menjembatani kesenjangan budaya (cultural gap) akibat kemudahan
dioperasionalkannya media massa yang selalu ampuh dan jika dibiarkan akan
merusak nilai-nilai budaya.
Menurut
Arifin dalam
buku ‘Strategi Komunikasi’ (1984 :10) menyatakan bahwa sesungguhnya
suatu
strategi
adalah keseluruhan
keputusan kondisional tentang
tindakan
yang akan
dijalankan,
guna mencapai
tujuan. Jadi merumuskan strategi
komunikasi,
berarti memperhitungkan kondisi
dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi
dan
yang
akan mungkin
dihadapi di masa depan,
guna
mencapai efektivitas.
Melalui strategi komunikasi ini,
berarti
dapat ditempuh
beberapa
cara memakai
komunikasi
secara
sadar
untuk
menciptakan
perubahan
pada diri
khalayak
dengan
mudah
dan
cepat.
(http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/02/strategi-komunikasi.html, diakses 12 Maret 2014)
Strategi komunikasi yang dikemukakan
oleh Arifin (Effendi : 2000) agar dapat menghasilkan komunikasi efektif, harus
dilakukan hal-hal yakni (1) mengenal khalayak, (2) penyusunan pesan (3)
penentuan teknik penyampaian pesan dan (4) memilih media.
1. Mengenal
khalayak
Khalayak dalam pemilihan umum dikenal dengan pemilih, pemilih
dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Memahami
faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya
merupakan sesuatu yang penting, baik dalam teori maupun praktik (Quist
&Crano) dalam Firmanzah (2012 : 99). Salah satu model psikologis yang dapat
digunakan dalam menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya
adalah model kesamaan dan daya tarik. Menurut model ini setiap individu akan
tertarik pada suatu hal atau seorang yang memiliki sistem nilai, dan keyakinan
yang sama dengan dirinya sendiri. Dalam bahasa lain, semakin dua pihak berbagi
karakteristik yang sama akan semakin meningkat pula rasa saling tertarik satu
sama lain. Terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh kontestan menurut
perspektif ini. Pertama, kontestan pemilu beruasaha memetakan dan kemudian
mencoba memahami karakteristik disetiap kelompok masyarakat. Kemudian setiap
kontestan berusaha menciptakan karakteristik yang sesuai dengan harapan
masyarakat. Kedua, kesamaan karakteristik ini dapat digunakan sebagai instrumen
untuk mencari pendukung. Tema kampanye dan slogan politik harus memiliki
derajat kesamaan yang tinggi dengan apa yang dialami masyarakat agar masyarakat
tertarik dengan kandidat tersebut. Semakin isu politik mencerminkan apa yang
dialami masyarakat, semakin besar pula kemungkinan kontestan bersangkutan
memenangkan pemilu. pemilih dapat dibagi dalam tiga kategori, yakni konstituen,
non-partisan dan pendukung pesaing. Ketertarikan pemilih pada kontestan dapat
dijelaskan dengan menggunakan model kedekatan (proximity) atau model ‘spatial’ (Downs, 1957) pada model ini
pemilih akan cenderung memberikan suaranya kepada partai politik atau seorang
kontestan yang dianggap memiliki kesaaman serta kedekatan sistem nilai dan
keyakinan. Dua hal yang bisa dijadikan ukuran dalam kedekatannya dengan partai
politik atau kontestan yaikni; kesamaan mengenai cara pemecahan masalah (policy-problem-solving), dan kesamaan
dalam paham serta nilai dasar ideologi (ideology)
dengan salah satu partai politik atau seorang kontestan. Pada dasarnya
pertimbangan pemilih dipengaruhi oleh tiga faktor :
1.
Kondisi
awal pemilih, menyangkut sosial budaya pemilih, nilai tradisional pemilih,
level pendidikan, dan ekonomi pemilih.
2.
Media
massa. Data, informasi, dan berita media massa, ulasan ahli, permsalahan
terkini, dan perkembangan tren situasi.
3.
Partai
politik atau kontestan. Catatan kerja, reputasi, marketing politik, program
kerja, dan sistem nilai.
Memahami khalayak pemilih dalam
pemilihan umum dapat di lakukan dengan cara segmentasi, targeting dan positioning
politik. Kontestan pemilu harus mampu mengidentifikasikan kelompok-kelompok
yang terdapat dalam masyarakat untuk memudahkan memahami karakteristik setiap
kelompok masyarakat, aktivitas ini dikenal dengan segmentasi. Setiap kelompok
masyarakat memerlukan metode pendekatan dan komunikasi yang berbeda, seperti
masyarakat pedesaan memerlukan metode pendekatan komunikasi yang berbeda dengan
masyarakat perkotaan karena kondisi latar belakang yang berbeda. Segmentasi
diperlukan untuk menyusun program kerja partai, terutama cara berkomunikasi dan
membangun interaksi dengan masyarakat. Tanpa segmentasi, kontestan akan
kesulitan dalam penyusunan pesan politik, program kerja, kampanye politik,
sosialisasi politik, dan produk politik. Dengan mengimplementasikan segmentasi
berarti partai politik atau kontestan menggunakan pendekatan politik yang
berbasis informasi (information-based)
yaitu partai politik mencari, menyerap dan mengolah informasi tentang kondisi
yang ada dalam masyarkat.(Firmanzah : 2012).
Melalui segmentasi kontestan dapat
menyusun profil pemilih yang akan menjadi target politik nantinya, aktivitas
ini di sebut targeting secara politik. Menyusun target politik didasarkan pada
standar pengukuran jumlah dan besaran potensi pemilih. Kelompok masyarakat yang
memiliki populasi besar merupakan target politik yang menggiurkan untuk
didekati, karena merekalah penyumbang perolehan suara dalam jumlah besar.
Standar pengukuran lainnya adalah arti penting dan efek kelompok dalam
memengaruhi opini publik, meskipun kelompok masyarakat tidak memiliki besaran
yang signifikan pengaruh mereka dalam mempengaruhi opini publik menjadikannya
layak didekati oleh kontestan pemilu. Setelah targeting dilakukan langkah selanjutnya adalah positioning, yaitu menempatkan pesan politik dan produk politik
kepada segment yang dipilih secara tepat dan sesuai untuk menciptakan identitas
kontestan dimata khalayak pemilih. (Firmanzah :2012). Menurut Firmanzah dalam Marketing Politik
(2012), teknik segmentasi dapat dilakukan dengan mengelompokkan masyarakat
berdasarkan karakteristiknya, yaitu :
1.
Geografis.
Masyarakat disegmentasi berdasarkan geografis dan kerapatan (density) populasi.
Misalnya produk dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang tinggal dipedasaan
akan berbeda dengan produk politik yang dibutuhkan oleh orang perkotaan. Begitu
juga antara pegunungan dengan pesisir, masing-masing memiliki kebutuhan yang
berbeda satu dengan yang lain.
2.
Demografi.
Konsumen politik dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, pendapatan,
pendidikan, pekerjaan, dan kelas sosial. Masing-masing kategori memiliki
karakteristik yang berbeda tentang isu politik satu dengan yang lain. Sehingga
perlu untuk dikelompokkan berdasarkan kriteria demografi.
3.
Psikografi.
Memberikan tambahan metode segmentasi berdasarkan geografi. Dalam metode ini
segmentasi dilakukan berdasarkan kebiasaan, lifestyle, dan perilaku yang
mungkin terkait dalam isu-isu politik.
4.
Perilaku.
Masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan proses pengambilan keputusan,
intensitas ketertarikan dan keterlibatan dengan isu politik, loyalitas, dan
perhatian terhadap permasalahan politik. Masing-masing kelompok memiliki
perilaku yang berbeda-beda, sehingga perlu untuk diidentifikasi
5.
Sosial
budaya. Pengelompokkan masyarkat dapat dilakukan melalui karakteristik sosial
dan budaya. Klasifikasi seperti suku, etnik, dan ritual spesifik seringkali
membedakan intensitas, kepentingan dan perilaku terhadap isu-isu politik.
6.
Sebab-Akibat.
Metode ini mengelompokkan masyarakat berdasarkan perilaku yang muncul dari
isu-isu politik. Sebab-akibat ini melandaskan metode pengelompokkan berdasarkan
perspektif pemilih (voters). Pemilih dapat dikelompokkan berdasarkan pemilih
rasional, tradisional, kritis, dan pemilih mendua.
Pada segmentasi politik,
sangat perlu memperhatikan unsur pemilih. Tipe perilaku pemilih menurut Dan
Nimmo dalam (Arifin : 2013) terdiri atas:
1)
Tipe
rasional, pemberi suara rasional yang
turut mempengaruhi suara kebanyakan warga Negara, berminat terhadap politik,
aktif berdiskusi dan mencari informasi politik serta dapat bertindak konsisten
tanpa terpengaruh oleh tekanan atau kekuatan politik.
2) Tipe reaktif, pemberi suara yang
memiliki ketertarikan emosional dengan partai politik. Ikatan emosional sebagai
identifikasi partai, yakni sebagai sumber utama aksi diri dan pemberi suara
yang reaktif.
3) Tipe responsif, pemberi suara yang
mudah berubah dan mengikuti waktu, peristiwa politik, dan kondisi-kondisi
sesaat.
4) Tipe aktif, pemberi suara yang
terlibat aktif dalam menafsirkan personalitas, peristiwa, isu, dan partai
politik, dengan menetapkan dan menyusun maupun menerima serangkaian pilihan
yang diberikan.
Arifin dalam “politik pencitraan dan pencitraan politik”
(2013:109) mengemukakan adanya satu tipe
lagi yaitu tipe transakasional, yaitu individu-individu yang mengambil
keputusan dari sejumlah opsi berdasarkan “transaksi” berupa “hadiah atau
fasilitas”. Meskipun simpatisan atau anggota dalam satu partai, ia dapat
memilih kandidat dari partai lain berdasarkan transakasi yang dikenal sebagai
aplikasi dari “politik uang (money
politiks) yang berlangsung dalam pasar gelap politik. Selain itu terdapat
klasifikasi khalayak berdasarkan kelas (strata) seperti kelas bawah, kelas
menengah dan kelas atas. Dan adapula klasifikasi yang lain seperti kelompok
buruh, pengusaha, petani, nelayan, cendekiawan, agamawan, perempuan, pemuda dan
sebagainya. Namun ada juga tindakan politik atau perilaku pemilih yang sengaja
tidak menggunakan haknya untuk memilih dalam pemilu, merupakan bentuk kegagalan
sosialisasi politik dan komunikasi politik. Juga sebagai bentuk tidak
efektifnya pemasaran politik atau kampanye politik terutama dalam pemilu.
Jenis-jenis
segmentasi untuk kepentingan pengembangan program partai yaitu pertama segmentasi eksperiential politik
yakni mengklasifikasikan masyarakat berdasarkan pengalaman yang pernah mereka
alami terhadap partai-partai politik. Kedua
Segmentasi perilaku ekonomi, menyegmentasikan sebuah daerah berdasarkan atribut
yang menumbuhkan atau menjatuhkan perekonomian yang dapat berguna dalam
pembuatan program pemberdayaan masyarakat, dalam taraf ekonomi. Ketiga Segmentasi lingkungan
sosial, melalui segmentasi sosial,
kandidat dapat melihat potensi antara anggota masyarakat, dan potensi pertalian
antaranggota masyarakat.
(Wasesa : 2011).
2.
Penyusunan
Pesan
Penentuan isi pesan dimaksudkan
pengemasan tema dan materi yang dibutuhkan dalam mempengaruhi khalayak atas
penyampaian pesan tersebut, sehingga mampu membangkitkan perhatian. Hal ini
sesuai dengan AA Procedures atau From Attention To Action Procedure. Artinya
membangkitkan perhatian (attention)
untuk selanjutnya menggerakkan khalayak melakukan sesuatu (action) sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Selain itu dikenal
pula AIDDA yakni adaption process yang terdiri atas attention, interest, desire, decision dan action.
Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian menimbulkan minat dan kepentingan (interest), sehingga banyak memiliki
hasrat (desire) untuk menerima
keputusan dan mengamalkannya dalam tindakan (action) (Arifin : 2013).
Menurut
Wilbur Schramm yang dikutip oleh Lynda Lee Kaid dalam bukunya Political Communication Research (2004), pesan yang akan
disampaikan oleh seorang komunikator, hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a. Pesan
harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan memiliki
nilai dalam menarik perhatian khalayak yang dituju.
b. Pesan
haruslah menggunakan simbol-simbol yang didasarkan pada pengalaman yang sama
antara sumber dan sasaran, sehingga memilki kesamaan pengertian.
c. Pesan
haruslah membangkitkan sugesti pribadi akan suatu kebutuhan (dalam hal ini
kebutuhan akan kondisi politik yang stabil) sehingga dapat menyarankan
cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.
d. Pesan
harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi
kelompok dimana terdapat kesadaran saat digerakkan untuk memberikan jawaban
yang dikehendaki.
Strategi mengemas pesan politik sangat
berperan dalam mengarahkan cara masyarakat memaknainya. Pesan yang diangkat
harus sesuai dengan isu-isu politik yang sedang berkembang dalam masyarkat.
Pesan politik harus mampu membuka dan mengungkapkan telah terjadinya suatu
masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Selanjutnya pesan tidak hanya berupa
wacana namun mengandung solusi, pesan politik harus mampu menjawab kebutuhan
masyarakat agar bisa memperoleh perhatian publik. Tujuan utama pesan politik
adalah menggerakkan masyarakat, agar mudah dipahamai pesan pesan politik harus
dikemas sesuai dengan lapisan dan segmen masyarakat. Untuk masyarakat awam,
yang memiliki latar belakang pendidikan rendah pesan politik harus dikemas
sesederhana mungking tanpa menghilangkan esensi pesan politiknya, sebaliknya
untuk masyarakat golongan terpelajar pesan dikemas dengan data dan informasi
yang akurat. Selain itu pesan yang akan disampaikan harus memiliki identitasnya
tersendiri, tidak hanya sesuai dengan ideologi partai. (firmanzah : 2012)
Pesan politik dalam pemilihan umum,
merupakan produk politik yang dipasarkan kepada konsumen dalam hal ini pemilih.
Produk politik berupa intangible
produk atau produk tidak nyata yang sangat terkait dengan sistem nilai,
didalamnya melekat janji dan harapan akan masa depan. Niffenegger (1989) membagi produk
politik dalam tiga kategori, (1) party
platform (platform partai), (2) past record (catatan tentang hal-hal yang
dilakukan dimasa lampau), dan (3) personal
characteristic (ciri pribadi). Produk utama
dari sebuah institusi politik adalah platform,
yang berisikan konsep, gagasan-gagasan, identitas
ideologi partai
dan program
kerja partai.
Apa yang
pernah dilakukan partai politik atau kandidat di masa lampau berkontribusi
dalam pembentukan produk politik. Dan ciri seorang pemimpin atau kandidat
memberikan citra simbol, dan kredibilitas sebuah produk. (firmanzah 2012 : 200).
Menyusun suatu produk politik dapat dimulai dengan menciptakan branding
atau merek politik yang menjadikannya berbeda dengan yang lain. Branding politik adalah sesuatu yang
melekat dalam benak khalayak terhadap partai politik. Kata kunci branding
politik adalah menciptakan kebutuhan yang berguna bagi khalayak, branding
politik dapat menjadi diferensiasi bagi parpol/politisi yang satu dengan
lainnya. Dalam proses branding, perlu adanya rehabilitasi merek demi
mendapatkan loyalitas khalayak. Politisi harus melakukan pembaharuan,
pencerahan, atau apapun namanya agar konstituen mereka selalu mendapatkan
keuntungan dari partai pilihannya minimal setiap bulan sekali perlu di lakukan.
Selain itu perlunya publik relation dalam mewakili organisasi politik untuk
membicarakan nilai-nilai politik, Lima langkah dalam membentuk nilai merek
yaitu:
1)
Inovasi, melakukan inovasi
program-program politik. Inovasi program yang berkesinambungan dan terukur akan
mampu merebut simpati masyarakat pemilih.
2)
Asosiasi merek, membangun asosiasi merek
dengan sesuatu yang relevan dimasyarakat, yang mampu diasosiasikan sebagai
solusi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3)
Pembaruan fungsi produk/program,
memperbaharui dan mengembangkan program
yang sudah ada, dengan memberikan nilai-nili baru pada program yang sudah ada,
dengan berbasis pada hasil evaluasi program yang ada.
4)
Konsep paradoksal, dengan konsep
paradoksal nilai merek akan semakin kuat, konsep paradoks yang unik akan memicu
perhatian publik dibandingkan konsep biasa.
3.
Teknik
Penyampaian Pesan
Teknik penyampaian pesan menurut cara
pelaksanaannya dibedakan atas :
·
Redundancy (Repetition) yakni cara mempengaruhi
khalayak dengan jalan mengulang pesan kepada khalayak. Manfaat yang diperoleh
dengan teknik ini adalah bahwa khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu.
·
Canalizing
adalah memahami dan meneliti pengaruh kelompok terhadap individu dan khalayak.
Agar komunikasi ini berhasil, maka haruslah dimulai dengan memenuhi nilai-nilai
dan standard kelompok dan masyarakat, kemudian secara berangsur-angsur
mengubahnya ke arah yang dikehendaki.
Bentuk yang kedua adalah teknik
penyampaian pesan menurut isi pesan, yang terdiri atas :
·
Informatif adalah teknik penyampaian pesan yang
bertujuan mempengaruhi khalayak dengan jalan memberikan penerangan. Penerangan
berarti menyampaikan pesan berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar
serta pendapat-pendapat yang benar pula.
·
Persuasif berarti mempengaruhi dengan jalan membujuk.
Dalam hal ini khalayak digugah baik pikiran maupun perasaannya. Metode yang
digunakan dalam teknik ini adalah komunikator tidak memberi kesempatan kepada
komunikan untuk berpikir kritis, bahkan jika perlu komunikan dapat terpengaruh
secara tidak sadar (suggestif).
·
Educatif merupakan salah satu mempengaruhi
khalayak dengan menyampaikan pesan-pesan berisi pendapat-pendapat, fakta-fakta
dan pengalaman-pengalaman yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Dilakukan dengan sengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah
laku manusia kearah yang diinginkan.
·
Koersif
yakni teknik penyampaian pesan untuk
mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Sehingga pesan yang disampaikan oleh
komunikator selain berisi pendapat-pendapat juga berisi ancaman-ancaman. Teknik
ini biasa dimanifestasikan dalam bentuk peraturan, perintah dan intimidasi.
Agar pelaksanaannya lebih efektif, biasanya dilindungi oleh pemimpin yang
memiliki kekuasaan yang cukup tangguh.
Teknik
penyampaian pesan politik terkait juga dengan proses penempatan. Place atau penempatan berkaitan erat
dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam
berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berarti sebuah partai harus dapat
memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis maupun
demografis. Secara geografis identifikasi dapat dilakukan dengan melihat
konsentrasi penduduk disuatu wilayah, penyebarannya dan kondisi fisik
geografisnya. Sedangkan pemetaan berdasarkan demografis yaitu pemilih
dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, kelas sosial,
pemahaman akan dunia politik, kepercayaan agama dan etnis. Pemetaan juga perlu
dilakukan berdasarkan keberpihakan pemilih. (Firmanzah : 2012)
Proses
penempatan juga terkait dengan sistem distribusi atau penyaluran pesan. Distribusi
produk politik sangat erat kaitannya dengan mekanisme jangkauan dan penetrasi
produk politik sampai kedaerah dan pelosok. Masyarakat yang berada sangat jauh
akan dapat merasakan bahwa produk politik suatu kontestan lebih baik
dibandingkan dengan kontestan lain. Pemilihan media seperti koran, radio, TV,
internet, majalah, brosur, pamflet, yang diedarkan kedaerah merupakan salah
satu bentuk fisik dari distribusi dalam konteks marketing politik. Selain itu kunjungan partai politik
dan kontestan kedaerah-daerah juga bisa dikategorikan distribusi politik.
Pemilihan daerah mana yang perlu dikunjungi merupakan suatu permasalahan yang
tidak sederhana. Apakah produk politik cukup didistribusikan melalui media atau
harus datang dan bertatap muka secara langsung dengan masyarakat, juga harus
diperhatikan dalam distribusi politik. (Firmanzah :2012).
4.
Penggunaan
Media
Penggunaan media lebih kepada
pertimbangan tentang saluran yang paling efektif yang akan digunakan dalam
mentransfer pesan kepada khalayak. Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan media
langsung (face to face) dan media
massa. Penggunaan media terkait dengan kegiatan promosi produk politik. Promosi
menurut Shimp, Terrence (2003) adalah meliputi
praktek periklanan, personal selling,
publisitas dan point of purchase
communication (P-O-P). Point Of
Purchase Communication adalah komunikasi di tempat pembelian. Elemen
promosi, termasuk displai, poster, tanda-tanda dan variasi bahan-bahan di toko
lainnya, yang di desain untuk mempengaruhi pilihan pelanggan pada saat
pembelian.
Promosi merupakan cara partai dalam melakukan
promosi platform partai dan ideologi
selama kampanye pemilu.
Berupa periklanan, kehumasan dan promosi
untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, dalam hal ini pemilihan media perlu dipertimbangkan. Tidak
semua media tepat sebagai ajang untuk melakukan promosi, perlu dipikirkan media
apa yang paling efektif dalam mentransfer pesan politik.
Pemilihan media merupakan salah satu faktor yang penting dalam penetrasi
pesan politik ke publik. Mengetahui adanya perbedaan tingkat penetrasi media
(TV, radio, media cetak seperti koran dan majalah dalam suatu wilayah penting dilakukan
demi menjamin efektifitas pesan politik yang akan disampaikan. Promosi bisa dilakukan melalui debat
politik di TV, melakukan pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menghadiri
sebuah “Tabligh-Akbar” atau “Temu Kader”. Lambang, simbol, dan warna bendera
partai yang disebar melalui pamflet,
umbul-umbul dan poster semasa periode kampanye juga merupakan media promosi
intitusi politik. Kegiatan promosi ini seharusnya tidak hanya dilakakuan pada
masa menjelang kampanye, tetapi harus terus dilakukan agar publik selalu
merasakan kehadiran intitusi politik, selalu memberikan perhatian, menampung
dan memecahkan persoalan publik sehingga tumbuh kepercayaan publik dalam proses
interaksi itu terhadap institusi politik. (Arifin : 2013)
Selain media
antarpersonal dan media massa berkembang media baru atau media sosial yaitu
internet (international networking). Internet merupakan sistem
jaringan yang menghubungkan seluruh dunia. Dengan membawa pengaruh yang besar
dalam komunikasi antarpersona, meliputi (1) pengumpulan informasi, (2)
penyimpanan informasi, (3) pengolahan informasi, (4) penyebaran informasi, dan
(5) balikan informasi (umpan balik). Dengan pengaruh itu masyarakat dapat
melakukan kegiatan jarak jauh, seperti berpencitraan politik jarak jauh.
Seperti penggunaan telpon seluler (SMS),
twitter, facebook, dan blog.
Penggunaan media sosial dalam berpolitik pencitraan ini dikenal dengan kampanye
online.(Arifin : 2013)
Strategi
pemilihan media perlu mempertimbangkan unsur biaya atau harga yang harus
dikeluarkan dalam proses kampanye atau sosialisasi politik. Harga mencakup banyak hal, mulai ekonomi,
berupa biaya iklan, publikasi, biaya ‘rapat akbar’ sampai kebiaya administrasi
pengorganisasian tim kampanye. Harga psikologis, mengacu pada harga persepsi
psikologis misalnya, pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama,
pendidikan dan lain-lain. Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan
apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan
dapat menjadi kebanggaan negara.(Arifin : 2013)
Didukung
berkembangnya sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis seperti sekarang
ini, maka fungsi dan peranan saluran media massa baik cetak maupun media
elektronik, radio, internet dan ditambah dengan banyaknya saluran stasiun
televisi yang bermunculan baik secara nasional atau TV lokal daerah ikut
menggiatkan atau menyebarluaskan pesan-pesan. Pemberitaan atau informasi melalui berbagai
bentuk komunikasi pemasaran, dan pemasaran politik, program kampanye politik
melalui saluran media publikasi, public relations, promosi, kontak
personal dan kreativitas periklanan politik (political advertising) yang
terpapar secara luas tanpa sekat atau bahkan melampaui batas-batas negeri atau borderless
country kepada seluruh para pemirsanya tanpa terkecuali. Dikaitkan dengan
pembahasan penyebarluaskan arus informasi dalam era globalisasi tersebut
terdapat mitos yang mampu menciptakan ketiadaan ruang, jarak dan waktu sebagai
akibat kebebasan masyarakat memperoleh informasi secara bebas, langsung tanpa
tekanan, tidak ada lagi batasan teritorial, tidak ada lagi sesuatu peristiwa
atau kejadian tanpa kecuali yang dapat ditutup-ditutupi oleh setiap negara,
lembaga lainnya dan termasuk upaya perorangan ingin menyembunyikan sesuatu
informasi demi kepentingan sepihak.
Pendekatan
kampanye politik atau political campaign approach untuk mendukung
penggiatan pemasaran politik atau political
marketing activity tersebut sebagai upaya selain bertujuan untuk:
- Membentuk preferensi bagi pihak setiap pemilih dalam menentukan suaranya.
- Ingin merangkul simpati pihak kelompok-kelompok atau the third influencer of person and groups seperti tokoh masyarakat, agama, adat, eksekutif dan artis atau selebritis terkenal lainnya.
- Memiliki daya tarik bagi kalangan media massa baik cetak maupun elektronik, termasuk memanfaatkan penggunaan atribut kanpanye, poster, spanduk, iklan politik di media-massa, termasuk melalui situs atau blog internet untuk mempengaruhi pembentukan opini publik dan citra secara positif demi kepentingan membangun popularitas tinggi atau menebar pesona sang kandidat dan aktivitas parpol yang bersangkutan sebagai kontestan yang siap berlaga dalam setiap siklus pelaksanaan Pemilihan Umum
Kekuatan media
massa dalam melakukan rekayasa opini dan pembentukan opini publik inilah yang
kerap dimanfaatkan dalam politik pencitraan oleh kandidat, partai politik, yang
berkepentingan terutama menjelang pemilu. Keberhasilan
suatu strategi komunikasi politik oleh partai politik dalam merencanakan dan
melaksanakan, akan ikut berperan pada hasil perolehan suara partai politik
dalam pemilu.
Menurut Firmanzah (2012: 244) strategi
komunikasi politik sangat penting untuk dianalisis. Soalnya, strategi tersebut
tidak hanya menentukan kemenangan politik pesaing, tetapi juga akan berpengaruh
terhadap perolehan suara partai. Strategi memberikan beberapa manfaat melalui
kegiatan taktiknya yang mampu membangun dan menciptakan kekuatan melalui
kontinuitas serta konsistensi. Selain itu, arah strategi yang jelas dan
disepakati bersama akan menyebabkan perencanaan taktis yang lebih mudah dan
cepat. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
hanya menunjukkan arah usaha, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana
taktik operasionalnya (Effendi, 2000: 300). Strategi komunikasi politik dibuat dan di realisasikan
demi mencapai tujuan politis, olehnya itu komunikator politik harus cerdas
dalam memilih konsep yang akan digunakan. Dalam hal strategi komunikasi politik, marketing
mengajarkan bagaimana partai politik
bisa mendiferensiasikan produk dan image politiknya, dengan begitu, masyarakat
luas akan dapat mengenali identitas masing-masing partai dan kontestan
perorangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar