Semua Tentang Ilmu Komunikasi

Strategi Komunikasi Politik



Kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “ stratos” yang artinya tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin, dengan demikian, strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata strategos yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The art of general)  Cangara (2009 : 292).
Pada dasarnya dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yakni tidak ada sesuatu yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka mengerjakannya. Clausewitz (1780-1831) dalam Cangara (2009 ; 292) merumuskan strategi sebagai seni yang menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang. Sementara Marthin Anderson (1968) dalam Cangara (2009 ; 292) merumuskan strategi sebagai seni yang melibatkan kemampuan intelegensi/ pikiran untuk membawa semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan dengan memperoleh keuntungan yang maksimal dan efisien. Orang Yunani memahami strategi lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran. Seorang Jenderal yang baik harus menentukan jalur suplai yang tepat, memutuskan kapan untuk berperang dan kapan tidak, dan mengelola hubungan angkatan bersenjata dengan penduduk, politis dan diplomat.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia dalam Arifin (2011 : 130), strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sesuatu. Strategi juga bisa bermakna sebagai rencana yang berskala besar dengan orientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran-sasaran tertentu. Strategi mencerminkan cara seseorang tentang bagaimana, kapan dan dimana seseorang harus bersaing, melawan siapa dan untuk maksud dan tujuan apa.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” (1981 : 84) menyatakan bahwa :
“.... strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”.
Pendapat Effendi tersebut mendefinisikan strategi sebagai salah satu cara, siasat atau taktik operasional yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam perkembangannya, konsep strategi terus mengalami perubahan dan perkembangan. Masalah-masalah dalam strategi sering diakitkan dengan metode, teknik dan taktik, begitupula dalam perumusan strategi komunikasi. Strategi komunikasi (Effendi, 2000) baik secara makro (Planned multimedia strategy) maupun mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda, yaitu :
a.       Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruksi secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
b.      Menjembatani kesenjangan budaya (cultural gap) akibat kemudahan dioperasionalkannya media massa yang selalu ampuh dan jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.
Menurut  Arifin dalam buku ‘Strategi Komunikasi’ (1984 :10) menyatakan  bahwa  sesungguhnya  suatu  strategi  adalah  keseluruhan keputusan  kondisional  tentang  tindakan  yang  akan  dijalankan, guna  mencapai tujuan. Jadi  merumuskan  strategi  komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang  dihadapi  dan  yang  akan  mungkin dihadapi  di masa  depan, guna  mencapai  efektivitas. Melalui strategi komunikasi  ini, berarti  dapat  ditempuh  beberapa  cara  memakai  komunikasi  secara  sadar  untuk  menciptakan  perubahan  pada  diri  khalayak  dengan  mudah  dan  cepat. (http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/02/strategi-komunikasi.html, diakses 12 Maret 2014)
Strategi komunikasi yang dikemukakan oleh Arifin (Effendi : 2000) agar dapat menghasilkan komunikasi efektif, harus dilakukan hal-hal yakni (1) mengenal khalayak, (2) penyusunan pesan (3) penentuan teknik penyampaian pesan dan (4) memilih media.


1.      Mengenal khalayak
Khalayak dalam pemilihan umum dikenal dengan pemilih, pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilih dalam menyuarakan pendapatnya merupakan sesuatu yang penting, baik dalam teori maupun praktik (Quist &Crano) dalam Firmanzah (2012 : 99). Salah satu model psikologis yang dapat digunakan dalam menganalisis perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya adalah model kesamaan dan daya tarik. Menurut model ini setiap individu akan tertarik pada suatu hal atau seorang yang memiliki sistem nilai, dan keyakinan yang sama dengan dirinya sendiri. Dalam bahasa lain, semakin dua pihak berbagi karakteristik yang sama akan semakin meningkat pula rasa saling tertarik satu sama lain. Terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh kontestan menurut perspektif ini. Pertama, kontestan pemilu beruasaha memetakan dan kemudian mencoba memahami karakteristik disetiap kelompok masyarakat. Kemudian setiap kontestan berusaha menciptakan karakteristik yang sesuai dengan harapan masyarakat. Kedua, kesamaan karakteristik ini dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencari pendukung. Tema kampanye dan slogan politik harus memiliki derajat kesamaan yang tinggi dengan apa yang dialami masyarakat agar masyarakat tertarik dengan kandidat tersebut. Semakin isu politik mencerminkan apa yang dialami masyarakat, semakin besar pula kemungkinan kontestan bersangkutan memenangkan pemilu. pemilih dapat dibagi dalam tiga kategori, yakni konstituen, non-partisan dan pendukung pesaing. Ketertarikan pemilih pada kontestan dapat dijelaskan dengan menggunakan model kedekatan (proximity) atau model ‘spatial’ (Downs, 1957) pada model ini pemilih akan cenderung memberikan suaranya kepada partai politik atau seorang kontestan yang dianggap memiliki kesaaman serta kedekatan sistem nilai dan keyakinan. Dua hal yang bisa dijadikan ukuran dalam kedekatannya dengan partai politik atau kontestan yaikni; kesamaan mengenai cara pemecahan masalah (policy-problem-solving), dan kesamaan dalam paham serta nilai dasar ideologi (ideology) dengan salah satu partai politik atau seorang kontestan. Pada dasarnya pertimbangan pemilih dipengaruhi oleh tiga faktor :
1.      Kondisi awal pemilih, menyangkut sosial budaya pemilih, nilai tradisional pemilih, level pendidikan, dan ekonomi pemilih.
2.      Media massa. Data, informasi, dan berita media massa, ulasan ahli, permsalahan terkini, dan perkembangan tren situasi.
3.      Partai politik atau kontestan. Catatan kerja, reputasi, marketing politik, program kerja, dan sistem nilai.
Memahami khalayak pemilih dalam pemilihan umum dapat di lakukan dengan cara segmentasi, targeting dan positioning politik. Kontestan pemilu harus mampu mengidentifikasikan kelompok-kelompok yang terdapat dalam masyarakat untuk memudahkan memahami karakteristik setiap kelompok masyarakat, aktivitas ini dikenal dengan segmentasi. Setiap kelompok masyarakat memerlukan metode pendekatan dan komunikasi yang berbeda, seperti masyarakat pedesaan memerlukan metode pendekatan komunikasi yang berbeda dengan masyarakat perkotaan karena kondisi latar belakang yang berbeda. Segmentasi diperlukan untuk menyusun program kerja partai, terutama cara berkomunikasi dan membangun interaksi dengan masyarakat. Tanpa segmentasi, kontestan akan kesulitan dalam penyusunan pesan politik, program kerja, kampanye politik, sosialisasi politik, dan produk politik. Dengan mengimplementasikan segmentasi berarti partai politik atau kontestan menggunakan pendekatan politik yang berbasis informasi (information-based) yaitu partai politik mencari, menyerap dan mengolah informasi tentang kondisi yang ada dalam masyarkat.(Firmanzah : 2012).
Melalui segmentasi kontestan dapat menyusun profil pemilih yang akan menjadi target politik nantinya, aktivitas ini di sebut targeting secara politik. Menyusun target politik didasarkan pada standar pengukuran jumlah dan besaran potensi pemilih. Kelompok masyarakat yang memiliki populasi besar merupakan target politik yang menggiurkan untuk didekati, karena merekalah penyumbang perolehan suara dalam jumlah besar. Standar pengukuran lainnya adalah arti penting dan efek kelompok dalam memengaruhi opini publik, meskipun kelompok masyarakat tidak memiliki besaran yang signifikan pengaruh mereka dalam mempengaruhi opini publik menjadikannya layak didekati oleh kontestan pemilu. Setelah targeting dilakukan langkah selanjutnya adalah positioning, yaitu menempatkan pesan politik dan produk politik kepada segment yang dipilih secara tepat dan sesuai untuk menciptakan identitas kontestan dimata khalayak pemilih. (Firmanzah :2012).  Menurut Firmanzah dalam Marketing Politik (2012), teknik segmentasi dapat dilakukan dengan mengelompokkan masyarakat berdasarkan karakteristiknya, yaitu :
1.         Geografis. Masyarakat disegmentasi berdasarkan geografis dan kerapatan (density) populasi. Misalnya produk dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang tinggal dipedasaan akan berbeda dengan produk politik yang dibutuhkan oleh orang perkotaan. Begitu juga antara pegunungan dengan pesisir, masing-masing memiliki kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain.
2.         Demografi. Konsumen politik dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan kelas sosial. Masing-masing kategori memiliki karakteristik yang berbeda tentang isu politik satu dengan yang lain. Sehingga perlu untuk dikelompokkan berdasarkan kriteria demografi.
3.         Psikografi. Memberikan tambahan metode segmentasi berdasarkan geografi. Dalam metode ini segmentasi dilakukan berdasarkan kebiasaan, lifestyle, dan perilaku yang mungkin terkait dalam isu-isu politik.
4.         Perilaku. Masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan proses pengambilan keputusan, intensitas ketertarikan dan keterlibatan dengan isu politik, loyalitas, dan perhatian terhadap permasalahan politik. Masing-masing kelompok memiliki perilaku yang berbeda-beda, sehingga perlu untuk diidentifikasi
5.         Sosial budaya. Pengelompokkan masyarkat dapat dilakukan melalui karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi seperti suku, etnik, dan ritual spesifik seringkali membedakan intensitas, kepentingan dan perilaku terhadap isu-isu politik.
6.         Sebab-Akibat. Metode ini mengelompokkan masyarakat berdasarkan perilaku yang muncul dari isu-isu politik. Sebab-akibat ini melandaskan metode pengelompokkan berdasarkan perspektif pemilih (voters). Pemilih dapat dikelompokkan berdasarkan pemilih rasional, tradisional, kritis, dan pemilih mendua.
Pada segmentasi politik, sangat perlu memperhatikan unsur pemilih. Tipe perilaku pemilih menurut Dan Nimmo dalam (Arifin : 2013) terdiri atas:
1)      Tipe rasional, pemberi  suara rasional yang turut mempengaruhi suara kebanyakan warga Negara, berminat terhadap politik, aktif berdiskusi dan mencari informasi politik serta dapat bertindak konsisten tanpa terpengaruh oleh tekanan atau kekuatan politik.
2)      Tipe reaktif, pemberi suara yang memiliki ketertarikan emosional dengan partai politik. Ikatan emosional sebagai identifikasi partai, yakni sebagai sumber utama aksi diri dan pemberi suara yang reaktif.
3)      Tipe responsif, pemberi suara yang mudah berubah dan mengikuti waktu, peristiwa politik, dan kondisi-kondisi sesaat.
4)      Tipe aktif, pemberi suara yang terlibat aktif dalam menafsirkan personalitas, peristiwa, isu, dan partai politik, dengan menetapkan dan menyusun maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan.

Arifin dalam “politik pencitraan dan pencitraan politik” (2013:109)  mengemukakan adanya satu tipe lagi yaitu tipe transakasional, yaitu individu-individu yang mengambil keputusan dari sejumlah opsi berdasarkan “transaksi” berupa “hadiah atau fasilitas”. Meskipun simpatisan atau anggota dalam satu partai, ia dapat memilih kandidat dari partai lain berdasarkan transakasi yang dikenal sebagai aplikasi dari “politik uang (money politiks) yang berlangsung dalam pasar gelap politik. Selain itu terdapat klasifikasi khalayak berdasarkan kelas (strata) seperti kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Dan adapula klasifikasi yang lain seperti kelompok buruh, pengusaha, petani, nelayan, cendekiawan, agamawan, perempuan, pemuda dan sebagainya. Namun ada juga tindakan politik atau perilaku pemilih yang sengaja tidak menggunakan haknya untuk memilih dalam pemilu, merupakan bentuk kegagalan sosialisasi politik dan komunikasi politik. Juga sebagai bentuk tidak efektifnya pemasaran politik atau kampanye politik terutama dalam pemilu.
Jenis-jenis segmentasi untuk kepentingan pengembangan program partai yaitu pertama segmentasi eksperiential politik yakni mengklasifikasikan masyarakat berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami terhadap partai-partai politik. Kedua Segmentasi perilaku ekonomi, menyegmentasikan sebuah daerah berdasarkan atribut yang menumbuhkan atau menjatuhkan perekonomian yang dapat berguna dalam pembuatan program pemberdayaan masyarakat, dalam taraf ekonomi. Ketiga Segmentasi lingkungan sosial,  melalui segmentasi sosial, kandidat dapat melihat potensi antara anggota masyarakat, dan potensi pertalian antaranggota masyarakat. (Wasesa : 2011).



2.            Penyusunan Pesan
Penentuan isi pesan dimaksudkan pengemasan tema dan materi yang dibutuhkan dalam mempengaruhi khalayak atas penyampaian pesan tersebut, sehingga mampu membangkitkan perhatian. Hal ini sesuai dengan AA Procedures atau From Attention To Action Procedure. Artinya membangkitkan perhatian (attention) untuk selanjutnya menggerakkan khalayak melakukan sesuatu (action) sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Selain itu dikenal pula AIDDA yakni adaption process yang terdiri atas attention, interest, desire, decision dan action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian menimbulkan minat dan kepentingan (interest), sehingga banyak memiliki hasrat (desire) untuk menerima keputusan dan mengamalkannya dalam tindakan (action) (Arifin : 2013).
Menurut Wilbur Schramm yang dikutip oleh Lynda Lee Kaid dalam bukunya Political Communication Research (2004), pesan yang akan disampaikan oleh seorang komunikator, hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan memiliki nilai dalam menarik perhatian khalayak yang dituju.
b.      Pesan haruslah menggunakan simbol-simbol yang didasarkan pada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga memilki kesamaan pengertian.
c.       Pesan haruslah membangkitkan sugesti pribadi akan suatu kebutuhan (dalam hal ini kebutuhan akan kondisi politik yang stabil) sehingga dapat menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.
d.      Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana terdapat kesadaran saat digerakkan untuk memberikan jawaban yang dikehendaki.
Strategi mengemas pesan politik sangat berperan dalam mengarahkan cara masyarakat memaknainya. Pesan yang diangkat harus sesuai dengan isu-isu politik yang sedang berkembang dalam masyarkat. Pesan politik harus mampu membuka dan mengungkapkan telah terjadinya suatu masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Selanjutnya pesan tidak hanya berupa wacana namun mengandung solusi, pesan politik harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat agar bisa memperoleh perhatian publik. Tujuan utama pesan politik adalah menggerakkan masyarakat, agar mudah dipahamai pesan pesan politik harus dikemas sesuai dengan lapisan dan segmen masyarakat. Untuk masyarakat awam, yang memiliki latar belakang pendidikan rendah pesan politik harus dikemas sesederhana mungking tanpa menghilangkan esensi pesan politiknya, sebaliknya untuk masyarakat golongan terpelajar pesan dikemas dengan data dan informasi yang akurat. Selain itu pesan yang akan disampaikan harus memiliki identitasnya tersendiri, tidak hanya sesuai dengan ideologi partai. (firmanzah : 2012)

Pesan politik dalam pemilihan umum, merupakan produk politik yang dipasarkan kepada konsumen dalam hal ini pemilih. Produk politik berupa intangible produk atau produk tidak nyata yang sangat terkait dengan sistem nilai, didalamnya melekat janji dan harapan akan masa depan. Niffenegger (1989) membagi produk politik dalam tiga kategori, (1) party platform (platform partai), (2) past record (catatan tentang hal-hal yang dilakukan dimasa lampau), dan (3) personal characteristic (ciri pribadi). Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform, yang berisikan konsep, gagasan-gagasan, identitas ideologi partai dan program kerja partai. Apa yang pernah dilakukan partai politik atau kandidat di masa lampau berkontribusi dalam pembentukan produk politik. Dan ciri seorang pemimpin atau kandidat memberikan citra simbol, dan kredibilitas sebuah produk. (firmanzah 2012 : 200).
Menyusun suatu produk politik dapat dimulai dengan menciptakan branding atau merek politik yang menjadikannya berbeda dengan yang lain. Branding politik adalah sesuatu yang melekat dalam benak khalayak terhadap partai politik. Kata kunci branding politik adalah menciptakan kebutuhan yang berguna bagi khalayak, branding politik dapat menjadi diferensiasi bagi parpol/politisi yang satu dengan lainnya. Dalam proses branding, perlu adanya rehabilitasi merek demi mendapatkan loyalitas khalayak. Politisi harus melakukan pembaharuan, pencerahan, atau apapun namanya agar konstituen mereka selalu mendapatkan keuntungan dari partai pilihannya minimal setiap bulan sekali perlu di lakukan. Selain itu perlunya publik relation dalam mewakili organisasi politik untuk membicarakan nilai-nilai politik, Lima langkah dalam membentuk nilai merek yaitu:
1)      Inovasi, melakukan inovasi program-program politik. Inovasi program yang berkesinambungan dan terukur akan mampu merebut simpati masyarakat pemilih.
2)      Asosiasi merek, membangun asosiasi merek dengan sesuatu yang relevan dimasyarakat, yang mampu diasosiasikan sebagai solusi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3)      Pembaruan fungsi produk/program, memperbaharui dan  mengembangkan program yang sudah ada, dengan memberikan nilai-nili baru pada program yang sudah ada, dengan berbasis pada hasil evaluasi program yang ada.
4)      Konsep paradoksal, dengan konsep paradoksal nilai merek akan semakin kuat, konsep paradoks yang unik akan memicu perhatian publik dibandingkan konsep biasa.








3.            Teknik Penyampaian Pesan
Teknik penyampaian pesan menurut cara pelaksanaannya dibedakan atas :
·         Redundancy (Repetition) yakni cara mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang pesan kepada khalayak. Manfaat yang diperoleh dengan teknik ini adalah bahwa khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu.
·         Canalizing adalah memahami dan meneliti pengaruh kelompok terhadap individu dan khalayak. Agar komunikasi ini berhasil, maka haruslah dimulai dengan memenuhi nilai-nilai dan standard kelompok dan masyarakat, kemudian secara berangsur-angsur mengubahnya ke arah yang dikehendaki.
Bentuk yang kedua adalah teknik penyampaian pesan menurut isi pesan, yang terdiri atas :
·         Informatif  adalah teknik penyampaian pesan yang bertujuan mempengaruhi khalayak dengan jalan memberikan penerangan. Penerangan berarti menyampaikan pesan berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar serta pendapat-pendapat yang benar pula.
·         Persuasif  berarti mempengaruhi dengan jalan membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikiran maupun perasaannya. Metode yang digunakan dalam teknik ini adalah komunikator tidak memberi kesempatan kepada komunikan untuk berpikir kritis, bahkan jika perlu komunikan dapat terpengaruh secara tidak sadar (suggestif).
·         Educatif merupakan salah satu mempengaruhi khalayak dengan menyampaikan pesan-pesan berisi pendapat-pendapat, fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dilakukan dengan sengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan.
·         Koersif  yakni teknik penyampaian pesan untuk mempengaruhi khalayak dengan cara memaksa. Sehingga pesan yang disampaikan oleh komunikator selain berisi pendapat-pendapat juga berisi ancaman-ancaman. Teknik ini biasa dimanifestasikan dalam bentuk peraturan, perintah dan intimidasi. Agar pelaksanaannya lebih efektif, biasanya dilindungi oleh pemimpin yang memiliki kekuasaan yang cukup tangguh.
Teknik penyampaian pesan politik terkait juga dengan proses penempatan. Place atau penempatan berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berarti sebuah partai harus dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis maupun demografis. Secara geografis identifikasi dapat dilakukan dengan melihat konsentrasi penduduk disuatu wilayah, penyebarannya dan kondisi fisik geografisnya. Sedangkan pemetaan berdasarkan demografis yaitu pemilih dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, kelas sosial, pemahaman akan dunia politik, kepercayaan agama dan etnis. Pemetaan juga perlu dilakukan berdasarkan keberpihakan pemilih. (Firmanzah : 2012)
Proses penempatan juga terkait dengan sistem distribusi atau penyaluran pesan. Distribusi produk politik sangat erat kaitannya dengan mekanisme jangkauan dan penetrasi produk politik sampai kedaerah dan pelosok. Masyarakat yang berada sangat jauh akan dapat merasakan bahwa produk politik suatu kontestan lebih baik dibandingkan dengan kontestan lain. Pemilihan media seperti koran, radio, TV, internet, majalah, brosur, pamflet, yang diedarkan kedaerah merupakan salah satu bentuk fisik dari distribusi dalam konteks marketing politik. Selain itu kunjungan partai politik dan kontestan kedaerah-daerah juga bisa dikategorikan distribusi politik. Pemilihan daerah mana yang perlu dikunjungi merupakan suatu permasalahan yang tidak sederhana. Apakah produk politik cukup didistribusikan melalui media atau harus datang dan bertatap muka secara langsung dengan masyarakat, juga harus diperhatikan dalam distribusi politik. (Firmanzah :2012).









4.            Penggunaan Media
Penggunaan media lebih kepada pertimbangan tentang saluran yang paling efektif yang akan digunakan dalam mentransfer pesan kepada khalayak. Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan media langsung (face to face) dan media massa. Penggunaan media terkait dengan kegiatan promosi produk politik. Promosi menurut Shimp, Terrence (2003) adalah meliputi praktek periklanan, personal selling, publisitas dan point of purchase communication (P-O-P). Point Of Purchase Communication adalah komunikasi di tempat pembelian. Elemen promosi, termasuk displai, poster, tanda-tanda dan variasi bahan-bahan di toko lainnya, yang di desain untuk mempengaruhi pilihan pelanggan pada saat pembelian.
Promosi merupakan cara partai dalam melakukan promosi platform partai dan ideologi selama kampanye pemilu. Berupa periklanan, kehumasan dan promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini pemilihan media perlu dipertimbangkan. Tidak semua media tepat sebagai ajang untuk melakukan promosi, perlu dipikirkan media apa yang paling efektif dalam mentransfer pesan politik.
Pemilihan media merupakan salah satu faktor yang penting dalam penetrasi pesan politik ke publik. Mengetahui adanya perbedaan tingkat penetrasi media (TV, radio, media cetak seperti koran dan majalah dalam suatu wilayah penting dilakukan demi menjamin efektifitas pesan politik yang akan disampaikan. Promosi bisa dilakukan melalui debat politik di TV, melakukan pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menghadiri sebuah “Tabligh-Akbar” atau “Temu Kader”. Lambang, simbol, dan warna bendera partai yang disebar melalui pamflet, umbul-umbul dan poster semasa periode kampanye juga merupakan media promosi intitusi politik. Kegiatan promosi ini seharusnya tidak hanya dilakakuan pada masa menjelang kampanye, tetapi harus terus dilakukan agar publik selalu merasakan kehadiran intitusi politik, selalu memberikan perhatian, menampung dan memecahkan persoalan publik sehingga tumbuh kepercayaan publik dalam proses interaksi itu terhadap institusi politik. (Arifin : 2013)
Selain media antarpersonal dan media massa berkembang media baru atau media sosial yaitu internet (international networking). Internet merupakan sistem jaringan yang menghubungkan seluruh dunia. Dengan membawa pengaruh yang besar dalam komunikasi antarpersona, meliputi (1) pengumpulan informasi, (2) penyimpanan informasi, (3) pengolahan informasi, (4) penyebaran informasi, dan (5) balikan informasi (umpan balik). Dengan pengaruh itu masyarakat dapat melakukan kegiatan jarak jauh, seperti berpencitraan politik jarak jauh. Seperti penggunaan telpon seluler (SMS), twitter, facebook, dan blog. Penggunaan media sosial dalam berpolitik pencitraan ini dikenal dengan kampanye online.(Arifin : 2013)
Strategi pemilihan media perlu mempertimbangkan unsur biaya atau harga yang harus dikeluarkan dalam proses kampanye atau sosialisasi politik. Harga mencakup banyak hal, mulai ekonomi, berupa biaya iklan, publikasi, biaya ‘rapat akbar’ sampai kebiaya administrasi pengorganisasian tim kampanye. Harga psikologis, mengacu pada harga persepsi psikologis misalnya, pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan dapat menjadi kebanggaan negara.(Arifin : 2013)
Didukung berkembangnya sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis seperti sekarang ini, maka fungsi dan peranan saluran media massa baik cetak maupun media elektronik, radio, internet dan ditambah dengan banyaknya saluran stasiun televisi yang bermunculan baik secara nasional atau TV lokal daerah ikut menggiatkan atau menyebarluaskan pesan-pesan. Pemberitaan atau informasi melalui berbagai bentuk komunikasi pemasaran, dan pemasaran politik, program kampanye politik melalui saluran media publikasi, public relations, promosi, kontak personal dan kreativitas periklanan politik (political advertising) yang terpapar secara luas tanpa sekat atau bahkan melampaui batas-batas negeri atau borderless country kepada seluruh para pemirsanya tanpa terkecuali. Dikaitkan dengan pembahasan penyebarluaskan arus informasi dalam era globalisasi tersebut terdapat mitos yang mampu menciptakan ketiadaan ruang, jarak dan waktu sebagai akibat kebebasan masyarakat memperoleh informasi secara bebas, langsung tanpa tekanan, tidak ada lagi batasan teritorial, tidak ada lagi sesuatu peristiwa atau kejadian tanpa kecuali yang dapat ditutup-ditutupi oleh setiap negara, lembaga lainnya dan termasuk upaya perorangan ingin menyembunyikan sesuatu informasi demi kepentingan sepihak.
Pendekatan kampanye politik atau political campaign approach untuk mendukung penggiatan pemasaran politik atau political marketing activity tersebut sebagai upaya selain bertujuan untuk:
  1. Membentuk preferensi bagi pihak setiap pemilih dalam menentukan suaranya.
  2. Ingin merangkul simpati pihak kelompok-kelompok atau the third influencer of person and groups seperti tokoh masyarakat, agama, adat, eksekutif dan artis atau selebritis terkenal lainnya.
  3. Memiliki daya tarik bagi kalangan media massa baik cetak maupun elektronik, termasuk memanfaatkan penggunaan atribut kanpanye, poster, spanduk, iklan politik di media-massa, termasuk melalui situs atau blog internet untuk mempengaruhi pembentukan opini publik dan citra secara positif demi kepentingan membangun popularitas tinggi atau menebar pesona sang kandidat dan aktivitas parpol yang bersangkutan sebagai kontestan yang siap berlaga dalam setiap siklus pelaksanaan Pemilihan Umum
Kekuatan media massa dalam melakukan rekayasa opini dan pembentukan opini publik inilah yang kerap dimanfaatkan dalam politik pencitraan oleh kandidat, partai politik, yang berkepentingan terutama menjelang pemilu. Keberhasilan suatu strategi komunikasi politik oleh partai politik dalam merencanakan dan melaksanakan, akan ikut berperan pada hasil perolehan suara partai politik dalam pemilu.

Menurut Firmanzah (2012: 244) strategi komunikasi politik sangat penting untuk dianalisis. Soalnya, strategi tersebut tidak hanya menentukan kemenangan politik pesaing, tetapi juga akan berpengaruh terhadap perolehan suara partai. Strategi memberikan beberapa manfaat melalui kegiatan taktiknya yang mampu membangun dan menciptakan kekuatan melalui kontinuitas serta konsistensi. Selain itu, arah strategi yang jelas dan disepakati bersama akan menyebabkan perencanaan taktis yang lebih mudah dan cepat. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah usaha, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendi, 2000: 300). Strategi komunikasi politik dibuat dan di realisasikan demi mencapai tujuan politis, olehnya itu komunikator politik harus cerdas dalam memilih konsep yang akan digunakan. Dalam hal strategi komunikasi politik, marketing mengajarkan bagaimana partai politik bisa mendiferensiasikan produk dan image politiknya, dengan begitu, masyarakat luas akan dapat mengenali identitas masing-masing partai dan kontestan perorangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worl...