Semua Tentang Ilmu Komunikasi

MAKALAH PERANAN KOMPAS TV KENDARI SEBAGAI MEDIA PENYALUR INFORMASI BUDAYA & KEARIFAN LOKAL DI SULAWESI TENGGARA



PERANAN KOMPAS TV KENDARI SEBAGAI MEDIA PENYALUR INFORMASI BUDAYA & KEARIFAN LOKAL DI SULAWESI TENGGARA
Media elektronik khususnya televisi adalah industri yang paling berkembang di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini. Sebagai industri, ia terikat dengan kaidah ekonomi yang normal: keuntungan adalah bottom line dari dinamika usaha itu, dan nilai-nilai idiil hanyalah menjadi petunjuk belaka, dan bukan tujuan. Sukses diukur bukan dari menyebarkan nilai-nilai idiil tetapi seberapa banyak keuntungan yang didapat diakhir tahun (Knee,dkk 2009). Perkembangan teknologi penyiaran televisi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat, akurat dan efisien, sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktivitas. Lain halnya permasalahan sosial yang muncul pada era masyarakat informasi saat ini akan sangat kompleks apalagi berkenaan dengan kebutuhan informasi. Berdasarkan penelitian AGB Nielsen Media Research (Budianto&Hamid 2011), bahwa pemirsa televisi di Indonesia sebagian besar adalah klasifikasi C dan wanita (menegnah ke bawah).
Sejarah dunia penyiaran televisi di Indonesia memasuki era baru ketika pada 13 Agustus 2008, wakil Presiden Jusuf Kalla meresmikan dimulainya era penyiaran digital di Indonesia pada suatu acara seremonial uji coba lapangan soft lounching di Auditorium TVRI. Landasan hukum diberlakukannya era penyiaran ditandai dengan peraturan Menteri Kominfo No:27/P/M.KOMINFO/8/2008 perihal Penetapan Penyelenggaraan Uji Coba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi Digital (Budianto & Hamid;2011). Kebijakan pemerintah yang sangat mahal dalam upaya mewujudkan terlaksananya penyiaran di Indonesia, tentu memiliki tujuan yang mulia, yaitu meningkatkan efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan penyiaran, meningkatkan kualitas penerimaan program siaran televisi, memberikan lebih banyak program siaran kepada masyarakat, mendorong konvergensi layanan multimedia, dan menumbuhkan industri konten pertelevisian Indonesia.
Kini, masyarakat Indonesia diberikan berbagai pilihan tontonan di layar kaca, tidak lagi hanya terpaku pada stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang sebagian besar acaranya hanyalah bentuk lain dari penyuluhan program-program pembangunan pemerintah. Khusus untuk industri penyiaran televisi, tidak sekedar terbukanya kesempatan untuk menambah jumlah stasiun televisi swasta nasional, tetapi juga bermunculan berbagai gerakan di daerah untuk mendirikan stasiun televisi lokal. Alasannya ialah untuk menumbuhkan kelokalan dan nuansa keberagaman yang selama orde baru “tertindas”. Sedangkan stasiun televisi lokal merupakan stasiun penyiaran dengan wilayah siaran terkecil yang mencakup satu wilayah kota atau kabupaten (Morissan, 2008:105). Karena itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang mengamanatkan realisasi Sistem Stasiun Berjaringan (SSB), seperti yang dituangkan dalam Pasal 31 ayat 1: (UU No.32 Tahun 2002) “Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi atas stasiun penyiaran jaringan dan atau stasiun penyiaran lokal”.
Berbagai informasi tentang daerah yang tidak terekspos oleh media nasional mendasari kehadiran media televisi lokal di berbagai daerah. Kehadiran televisi lokal menambah variasi atau pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, hiburan, dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang lebih menitikberatkan pada partisipasi dan kontrol masyarakat serta pemberdayaan institusi lokal. Tujuan UU Penyiaran No.32 tahun 2002 yang mengatur tentang Stasiun Siaran Berjaringan (SSB) adalah untuk meletakkan pondasi bagi sistem penyiaran, yang telah membawa perubahan paradigm masyarakat. Agar suatu daerah dapat menikmati manfaat yang lebih baik dari ranah penyiaran, baik di wilayah isi siaran (diversity of content) maupun di wilayah bisnis ekonomi penyiaran (diversity of ownship). Makna dari UU ini adalah untuk memberikan keleluasaan untuk pembangunan ekonomi, kesejahteraan masyarakat di daerah. Juga, agar penyiaran tidak terkonsentrasi di pusat (Setiyakarya, 2010).
Semenjak disahkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini, maka terbukalah kesempatan daerah-daerah di Indonesia untuk memiliki televisi lokal sendiri. Menurut Pasal 6 Undang-Undang Penyiaran ayat (3) disebutkan bahwa: (UU No.32 Tahun 2002) “Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal”. Dari aturan tersebut jelas menyatakan bahwa ada pembaharuan tentang penyiaran nasional. Selain itu, telah diatur dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) yang menyatakan tentang lembaga penyiaran yang terdiri dari penyiaran radio dan televisi, diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan. Jadi jelas, dengan diundangkannya Undang-Undang Penyiaran tersebut, daerah-daerah mempunyai kewenangan untuk memiliki televisi lokal, menyusul kewenangan yang diberikan sebelumnya yaitu memiliki radio-radio lokal.
Dengan adanya televisi lokal, maka akan menguntungkan masyarakat daerah. Pertama, televisi lokal berperan sebagai filter atas budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai daerah. Pada saat yang bersamaan, budaya daerah juga memperoleh ruang untuk dilestarikan. Tayangan televisi lokal yang bermaterikan sosial, budaya, pariwisata, ekonomi, dan unsur kedaerahan lainnya tentunya menjadi suatu kebutuhan bagi seluruh lapisan masyarakat, demi mempercepat pembangunan setempat. Televisi lokal dapat mengangkat budaya dan kearifan lokal yang hidup berkembang di masyarakat, sehingga akan terjadi proses pembelajaran dan penanaman nilai-nilai positif budaya lokal. Seperti halnya media massa lain, televisi lokal memiliki kekuatan sebagai penggerak ekonomi dan pelestarian kebudayaan. Orang cenderung akan lebih tertarik terhadap apa yang terjadi pada masyarakat atau lingkungan mereka sendiri dibanding melihat situasi yang terjadi diluar daerahnya sendiri.
Menurut data Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), saat ini televisi lokal yang sudah menjadi anggota ATVLI telah bertambah sebanyak 29 stasiun televisi lokal salah satunya yang paling popular di Sulawesi Tenggara adalah Kendari TV (kini berganti menjadi Kompas TV Sejak 6 Januari 2014, Kendari TV menjadi jaringan dari Kompas TV dan sejak 1 Februari 2014, Kendari TV berganti nama menjadi Kompas TV Kendari). Kompas TV tayang perdana pada tanggal 9 September 2011 di berbagai kota di Indonesia, hingga kini Kompas TV dapat dinikmati di lebih dari 100 kota termasuk di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dengan demikian, siaran mengudara Kendari TV yang sebelumnya dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB, kini menjadi pukul 04.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB menyesuaikan dengan siaran Kompas TV. Kompas TV Kendari berada dibawah naungan Badan Hukum PT. Swara Alam Kendari TV adalah stasiun televisi lokal pertama yang berada di Kota Kendari. Peresmian stasiun televisi ini dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara pada tanggal 17 April 2003. Kendari TV (saat ini Kompas TV) dapat disaksikan di saluran 32 UHF dengan frekuensi Antena PF 121.30 Mhz dengan jangkauan wilayah Kota Kendari dan sekitarnya. Hingga kini televisi tersebut melangsungkan penyiaran selama 14 jam per hari dengan total waktu siar 98 jam per minggu. Program acara Kendari TV dimulai pukul 6 pagi hingga 12 malam. dengan kekuatan pemancar 2000 Watt yang dipancarkan dari pusat kota Kendari (sumber: KPID Provinsi Sulawesi Tenggara). Konten program news Kompas TV adalah program berita. Selain itu, program lainnya, Kompas TV menekankan pada eksplorasi Indonesia, baik kekayaan alam, khasanah budaya, Indonesia kini, hingga talenta berprestasi. Tidak hanya berhenti pada program tayangan televisi, tersedia pula produksi film layar lebar dengan jalan cerita menarik dan didukung talenta seni berbakat Indonesia.
Saat ini jika melihat dari segi perkembangan teknologi pertelevisian, Sulawesi Tenggara “tidur” dalam hal kemajuan media pertelevisian khususnya di Kota Kendari, disebabkan beberapa hal misalnya belum memiliki infrastruktur yang memadai dibidang penyiaran, tenaga handal (SDM) yang masih sangat kurang, dsb. Dalam hal penyiaran acara dan berita yang betul-betul murni lokal dalam artian program siarannya yang mengangkat tentang kearifan lokal itu cuma Kendari TV, karena 100% siarannya mengangkat tentang siaran lokal Sulawesi Tenggara, tapi sejak Kendari TV diambil alih oleh Kompas TV siarannya lokalnya sangat kurang, tidak mencukupi 10% berdasarkan aturan KPI dalam memuat siaran lokal, sisanya adalah siaran nasional/siaran berjaringan. Kompas TV yang dikenal program acara siaran lokalnya adalah Kiniwia dan Sultra Pagi pada pukul 05.30 wita.
Primadona televisi lokal pada umumnya adalah program bermuatan lokal seperti dalam acara Kiniwia di Kompas TV. Kiniwia menyajikan berita berupa program kesenian dan kebudayaan, hingga menyiarkan potensi ekonomi lokal. Kearifan lokal Sulawesi Tenggara yang sering disiarkan dalam televisi lokal Kompas TV misalnya Tenun sebagai tradisi di Buton, yang diperkirakan sudah ada sejak Buton abad ke-14. Selain itu, ada pula tarian Lulo. Lulo merupakan tarian tradisional masyarakat Tolaki di kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Tolaki merupakan salah satu suku terbesar di Sulawesi Tenggara selain Suku Buton dan Suku Muna. Tarian ini dimainkan sebagai pertunjukan hiburan ketika merayakan kebahagiaan, tarian menyambut kedatangan tamu kehormatan serta promosi budaya Sulawesi Tenggara.
Adapula Kearifan lokal Suku Bajo, Manusia Perahu. Suku Bajo merupakan sekumpulan orang yang menggantungkan hidupnya di laut. Seluruh aktivitas mereka dihabiskan di atas perahu. Karena itu, mereka dikenal dengan julukan suku nomaden laut. Jumlah suku Bajo yang menggantungkan hidupnya di atas perahu diperkirakan semakin sedikit karena hidup menepi di pesisir pantai dan mendirikan rumah panggung. Rumah panggung suku Bajo dibangun menggunakan bahan yang terbilang ramah lingkungan. Dindingnya terbuat kombinasi kayu dan anyaman bambu. Sedangkan bagian atap dari daun rumbia.
Dengan demikian, media televisi lokal mempunyai peran sentral dalam menyiarkan dan mempromosikan kearifan lokal budaya-budaya masyarakat Sulawesi Tenggara. Dalam perkembangannya, televisi lokal diharapkan dapat mengangkat budaya lokal, Dalam hal ini, Kompas TV sebagai televisi lokal berperan dalam menjaga eksistensi budaya khususnya dalam pelestarian kesenian tradisional, pelestarian lingkungan laut oleh masyarakat Bajo, dsb. Acara Kiniwia yang ditayangkan merupakan tayangan hiburan yang menyajikan beragam berita dan kearifan lokal. Pada acara ini, kiniwia mendapatkan ruang dan waktunya untuk mempromosikan budaya lokal Sulawesi Tenggara secara luas dan sekaligus menjaga kelestariannya. Dari sini, penulis dapat memberikan karya tulisannya berupa peranan Kompas TV sebagai televisi lokal dalam mensosialisasikan kearifan lokal di Sulawesi Tenggara. Namun, yang menjadi kendala saat ini dalam konteks arus perubahan zaman yang demikian cepat, untuk menghadirkan dan mengangkat kembali budaya daerah bukan hal mudah, telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertelevisian di Sulawesi Tenggara masih jauh dari kata “layak” karena banyak faktor yang menjadi kendalanya. Dengan kondisi tersebut, stasiun televisi lokal yang ingin mengangkat budaya daerah harus memiliki idealisme kuat, karena stasiun televisi yang bercirikan budaya daerah harus menjalani kehidupan yang penuh risiko. Tingkat rating yang rendah, bisa mengakibatkan stasiun TV itu miskin iklan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worl...