Fungsi utama komunikasi adalah
mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik,
ekonomi dan sosial. Miller & Steinberg (Mulyana,2014;81) Sebagaimana telah
dikemukakan bahwa komunikasi insan atau human
communication baik yang non-antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya
mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk
fisik, ekonomi, dan sosial. Pada kemunculannya awal 1970-an, komunikasi
antarpribadi sebagai salah satu bidang teori, riset dan pengajarannya yang
diakui. Trenholm & Jensen (Berger,dkk.2014:206) menyatakan bahwa komunikasi
antarpribadi adalah : interpersonal
communication (refers) to dyadic communication in which two individuals,
sharing the roles of sender and receiver, become connected through the mutual
activity of creating meaning.” Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
nonverbal.
Menurut Miller & Steinberg
(Budyatna&Ganiem, 2011: 44) hubungan antarpribadi adalah hubungan
komunikasi meliputi prediksi timbal balik berdasarkan data psikologis,
sedangkan menurut Oslon & Cromwel bahwa ada enam jenis atau tahap hubungan
antarpribadi yaitu 1) Tahap perkenalan 2) tahap persahabatan 3) tahap keakraban
atau keintiman 4) tahap hubungan suami istri 5) tahap hubungan orang tua dan
anak, dan 6) tahap hubungan persaudaraan. Apabila kita berbicara tentang
pengembangan hubungan antarpribadi, kita mengacu kepada proses di mana manusia
mengadakan kontak terhadap satu sama lain dan mendasarkan prediksi tentang
perilaku komunikasi satu sama lain terutama pada data psikologis. DeVito (Hidayat,2012:43)
mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima karakteristik yaitu
keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, dan kesamaan. Dapat pula
ditekankan bahwa tujuan dari komunikasi antarpribadi antara lain : 1) mengenal
diri sendiri dan orang lain 2) mengetahui dunia luar 3) menciptakan dan
memelihara hubungan yang bermakna 4) mengubah sikap dan perilaku orang lain 5)
bermain dan mencari hiburan, dan 6) membantu orang lain (Hidayat, 2012:55).
Meski sekarang ini hanya sedikit konsensus
tentang definisi komunikasi interpersonal, Berger, dkk (2014; 211) menyatakan
ada tiga perspektif definisi umum yang kerap disebutkan, yaitu :
1)
Perspektif situasional
Miller menyatakan perspektif situasional adalah perspektif substantive
pertama terhadap bentuk komunikasi interpersonal. Perspektif situasional
membedakan tipe-tipe komunikasi berdasarkan aspek-aspek kommunikasi. Aspek yang
terpenting meliputi jumlah komunikator, kedekatan fisik diantara
komunikator-komunikatro tersebut, ketersediaan saluran indrawi atau saluran
komunikasi (terutama nonverbal), dan kesegeraan umpan balik yang diterima oleh
para komunikator.
2)
Perspektif perkembangan
Perspektif ini dimulai dengan membedakan antara komunikasi “impersonal”
dan “interpersonal”. Pada komunikasi impersonal, interaktan saling berhubungan
sebagai peran sosial, bukan sebagai orang-orang yang berbeda, dan prediksi
interaktan perihal bagaimana pengaruh opsi pesan nantinya terhadap interaktan
yang lain lebih didasarkan pada pengetahuan budaya dan sosiologis umum daripada
informasi psikologis. Sebaliknya komunikasi interpersonal, interaktan saling
berhubungan sebagai orang yang memiliki ciri masing-masing dan prediksi
interaktan tentang opsi pesan didasarkan pada informasi psikologis tertentu
tentang interaktan lainnya (ciri-ciri watak pembeda yang dimiliki interaktan
lain tersebut, kecenderungan perilakunya, sikap dan perasaannya). Rolof dan
Anastasiou menyebutkan, perspekti ini menjadikan studi hubungan akrab sebagai
konteks utama untuk mempelajari komunikasi interpersonal.
3)
Perspektif interaksional
Tak seperti perspektif sitasional dan perspektif perkembangan, perspektif
interaksional memperlakukan sebagian besar, jika tidak semua, kasus interaksi
sosial sebagai contoh komunikasi interpersonal. Jadi perspektif ini berfokus
pada mengungkapkan bentuk dan implikasi-implikasi interaksi sosial, bukan
berupaya mengidentifikasi hakikat yang membedakan komunikasi interpersonal.
Uraian paling sistematis dari perspektif interaksional diberikan Cappella
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai saling menyesuaikan atau saling
mempengaruhi.
Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik
yang melibatkan dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat,
guru-murid, dan sebagainya. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang
berkomunikasi berada dalam jarak dekat, mengirimkaan dan menerima pesan secara
simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Prasyarat bagi
komunikasi interpersonal ialah membangun hubungan komunikatif diantara para
interaktan.
Steward & D’Angelo (Harapan & Ahmad, 2014:4) memandang komunikasi
antarpribadi berpusat pada kualitas komunikasi yang terjalin dari masing-masing
pribadi. Hubungan ini dibentuk dari struktur maksud interpretif dan maksud
ekspresif yang berbalas-balasan (reciprocal
expressive and interpretive intentions) diantara para interaktan. Maksdu
ekspresif ialah tujuan dari satu pihak (sumber) untuk menyampaikan (menjadikan
dapat dimengerti) suatu keadaan batin kepada pihak kedua (penerima), sedangkan
maksud interpretif ialah tujuan dari penerima untuk memahami ekspresi pihak
sumber lain. Jadi hubungan komunikatif terjadi ketika (a) sumber bermaksud
menyampaikan suatu keadaan batin kepada penerima, (b) penerima menangkap maksud
ekspresif pihak sumber dan mengisyaratkan maksud penyeimbang untuk memerhatikan
ekspresi pihak sumber, dan (c) pihak sumber mengerti bahwa maksud ekspresifnya
telah ditangkap dan diterima oleh penerima.
Setelah memiliki hubungan komunikatif, para interaktan dapat bertukar
pesan dalam upaya menciptakan makna-makna yang dimengerti bersama dan mencapai
tujuan-tujuan sosial. Makna adalah keadaan batin (pikiran, gagasan,
kepercayaan, perasaan, dll) yang diupayakan komunikator untuk diungkapkan atau
disampaikan. Pesan adalah kumpulan ekspresi perilaku, biasanya terdiri dari
simbol-simbol yang dimengerti bersama, diproduksi dalam upaya untuk
menyampaikan suatu keadaan batin.
Tubbs & Moss (2000:201) Komunikasi yang berlangsung dalam hubungan
interpersonal, dimana dalam hal ini hubungan persahabatan, berbeda-beda dalam
hal keluasaan (breadth), dan
kedalaman (depth). Keluasaan
menunjukkan variasi topik yang dikomunikasikan. Sedangkan kedalaman merujuk
pada keintiman apa yang dikomunikasikan. Keintiman yang dikomunikasikan dapat
dilihat dari kualitas-kualitas yang menyertai komunikasi interpersonal dalam
hubungan persahabatan.
Bochner & Kelly (DeVito,1997:259) menyatakan ada lima kualitas umum
yang menyertai komunikasi interpersonal dalam hubungan persahabatan, yaitu :
a.
Keterbukaan (openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama komunikator dalam komunikasi interpersonal harus terbuka
kepada orang yang diajak berinteraksi. Dalam hal ini yang bertindak sebagai komunikator
dan orang yang diajak berinteraksi adalah para masyarakat yang terlibat dalam
ikatan persahabatan itu sendiri. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada
kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang
datang. Aspek ketiga adalah menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran.
Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
dilontarkan komunikator adalah memang miliknya dan ia bertanggung jawab
atasnya.
b.
Empati (empathy)
Henry Backrack mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk
mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang dan melalui kacamata orang lain tersebut. Berempati adalah
merasakan sesuatu seperti orang lain yang mengalaminya, berada di tempat yang
sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Untuk dapat
berempati kita harus memahami keinginan, pengalaman, dan kemampuan orang lain.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan
dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
c.
Dukungan (supportiveness)
Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana
yang tidak mendukung. Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap
deskriptif, spontan dan profesional. Deskriptif berarti menyampaikan perasaan
dan persepsi tanpa menilai. Bersikap spontan berarti bersikap jujur dan terbuka
dalam berkomunikasi. Sedangkan profesionalis berarti bersikap tentatif dan
berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan
bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskannya.
d.
Sikap positif (positive-ness)
Sedikitnya ada dua cara untuk mengkomunikasikan sikap positif dalam
komunikasi interpersonal, yaitu menyatakan sikap positif dari diri sendiri dan
kemudian membawanya dalam interaksi dengan orang lain sehingga tercipta suasana
yang positif (menyenangkan) dalam berkomunikasi.
e.
Kesamaan (equality)
Kesamaan adalah keseimbangan kedudukan antara pihak-pihak yang terlibat
dalam komunikasi. Pihak-pihak yang berkomunikasi sama-sama bernilai dan
berharga serta mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Menurut Rakhmat (2002:129) menyatakan bahwa diperlukan tiga hal dalam
berkomunikasi sehingga dapat menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu :
a.
Percaya (trust)
Di antara berbagai faktor dalam komunikasi interpersonal, faktor percaya
adalah faktor yang paling penting. Secara ilmiah Giffin (2000) mendefinisikan
percaya sebagai mengandalkan perilaku orang lain untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki, dimana pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh
resiko.Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya, yaitu ada situasi yang
menimbulkan resiko, orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti
menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada orang lain. Yang terakhir
adalah orang tersebut yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik
baginya.
Ada dua keuntungan jika kita percaya pada orang lain. Pertama, percaya
akan meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi,
memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang
komunikan untuk mencapai maksudnya. Kedua, hilangnya kepercayaan kepada orang
lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Keakraban
hanya terjadi bila pihak-pihak yang terlibat bersedia untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya.
Ada tiga faktor yang dapat mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada
sikap percaya, yaitu menerima, empati dan kejujuran. Menerima adalah kemampuan berhubungan
dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima
adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang
patut dihargai.
Faktor yang kedua, empati, dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak
mempunyai arti emosional bagi kita. Dengan kata lain empati berarti
membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati
kita berusaha melihat seperti orang lain melihat dan merasakan seperti orang
lain merasakannya. Faktor yang terakhir adalah kejujuran. Sikap percaya akan
berkembang jika setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur.
Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga (predictable).
b.
Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang bersikap defensif jika ia tidak menerima, tidak jujur, dan
tidak empatik. Gibb (Rakhmat,2002:177) menyebutkan enam perilaku yang
menimbulkan sikap suportif. Yang pertama adalah deskripsi, yaitu penyampaian
pesan atau perasaan tanpa menilai. Deskripsi dapat juga terjadi ketika kita
mengevaluasi gagasan orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai
mereka.
Perilaku suportif yang kedua adalah orientasi masalah. Dalam orientasi
masalah, kita tidak mendiktekan pemecahan, melainkan mengajak orang lain
bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. Yang
ketiga adalah spontanitas. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak
mempunyai motif terpendam.
Perilaku berikutnya adalah empati dan diikuti dengan persamaan. Persamaan
adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dengan
persamaan, kita mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan
pandangan dan keyakinan. Perilaku suportif yang terakhir adalah provinsionalisme,
yaitu kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengakui bahwa
pendapat manusia adalah tempat kesalahan. Oleh karena itu wajar jika suatu saat
pendapat atau keyakinannya dapat berubah.
c.
Sikap terbuka
Sikap terbuka mempunyai pengaruh yang besar dalam komunikasi
interpersonal. Sikap terbuka ini ditandai dengan menilai pesan secara objektif,
melihat pada suasana yang mempengaruhi, bersifat provisional dan bersedia
mengubah kepercayaannya.
2.1.1.1 Proses-proses Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi interpersonal tersusun dari
banyak proses yang saling terkait, terdiri dari produksi pesan, pengolahan
pesan, koordinasi interaksi, dan persepsi sosial. Produksi pesan adalah proses
menghasilkan perilaku verbal dan nonverbal yang dimaksudkan untuk menyampaikan
suatu keadaan batin kepada orang lain guna mencapai tujuan-tujuan sosial.
Pengolahan pesan (penerimaan pesan) meliputi menginterpretasi perilaku
komunikatif orang lain dalam upaya untuk memahami makna perilaku dan
implikasi-implikasi perilaku mereka. Koordinasi interaksi adalah proses
menyelaraskan aktivitas produksi pesan dan pengolahan pesan (juga dengan
perilaku lainnya) sepanjang berlangsungnya sebuah episode sosial sehingga
menghasilkan pertukaran yang lancer dan koheren. Terakhir, persepsi sosial adalah
kumpulan proses yang kita jalani untuk memaknai dunia sosial, termasuk
menyelami diri kita sendiri, orang lain, hubungan sosial, dan pranata sosial.
2.1.1.2 Struktur-struktur Komunikasi Antarpribadi
Fokus konsepsi komunikasi interpersonal
yang berpusat pada pesan ini adalah jenis struktur perilaku tertentu yang
dihasilkan, diinterpretasikan, dan dikoordinasi melalui banyak struktur
kognitif, bahasa, sosial, dan perilaku. Munsyi dan psikolog mempelajari
struktur pesan leksikal, sintaktis, semantis dan pragmatis yang memungkinkan
orang menghasilkan pesan yang dapat dipahami, mengandung informasi yang memadai
dan relevan secara praktis Clark & Bly (Berger,2014:219).
Struktur-struktur yang terlibat dalam
proses persepsi sosial, koordinasi interaksional, serta produksi dan pengolahan
pesan telah dikaji sarjana dalam beberapa disiplin ilmu. Mandelbaum menyatakan
analisis percakapan merinci bagaimana aneka struktur perilaku (misalnya sistem
pergantian giliran berbicara, pasangan-pasangan yang berdekatan, struktur perbaikan
untuk pengolahan tumpang-tindih dan gap) menghasilkan interaksi percakapan yang
koheren dan mengalir dengan lancer (Berger,2014:220). Kumpulan struktur yang
terkait mengatur penggunaan sosial obrolan dan bentuk-bentuk obrolan, misalnya
aturan yang menentukan siapa yang boleh mengucapkan apa kepada siapa kapan dan
dimana. Struktur-struktur tersebut biasanya dipelajari dari sosiolinguis,
sosiolog, antropolog, dan lainnya yang berminat kepada etnografi komunikasi,
karena penelitian terhadap sistem-sistem aturan tersebut niscaya melibatkan
kajian sistem peran, norma, kekuasaan, dan organisasi yang lebih luas.
2.1.1.3 Fungsi-fungsi Komunikasi Antarpribadi
Dillard (Berger,2014:221) menyatakan
bahwa banyak tipologi fungsi komunikasi telah diusulkan teoritikus, disini ada
tiga kelas umum fungsi:
1)
Fungsi pengelolaan interaksi yaitu fungsi-fungsi yang
diasosiasikan dengan membangun dan mempertahankan percakapan yang koheren.
Tujuan ini meliputi :
a.
Memulai dan mengakhiri interaksi percakapan juga
mempertahankan-nya dengan mengarahkan fokus topik percakapan dan membagi
giliran bicara.
b.
Memproduksi pesan-pesan yang dapat dipahami, mengandung
informasi yang memadai dan secara relevan pragmatis yang tepat sesuai dengan
struktur percakapan bergiliran.
c.
Mendefinisikan diri sosial (social selves) dan situasi sosial.
d.
Mengelola kesan dan mempertahankan muka, serta
e.
Memantau dan mengelola afeksi.
2)
Fungsi pengelolaan hubungan diasosiasikan dengan memulai,
memelihara dan memperbaiki hubungan. Tujuan ini berfokus pada membangun
hubungan, mencapai tingkat privasi dan keintiman yang diinginkan, mengelola
ketegangan, mengatasi ancaman terhadap integritas dan ketahanan hubungan
(misalnya, perpisahan secara geografis, kecemburuan), menyelesaikan konflik,
dan menyudahi hubungan atau mengubah karakter dasar hubungan.
3)
Fungsi instrumental adalah fungsi yang biasanya
mendefinisikan focus sebuah interaksi dan membantu membedakan episode interaksi
yang satu dan episode interaksi berikutnya. Tujuan-tujuan instrumental yang
umum meliputi memperoleh kepatuhan dan menolak kepatuhan, meminta atau
memberikan informasi, meminta atau memberi dukungan, dan mencari atau memberi
hiburan. Cara tugas-tugas instrumental disampaikan secara komunikatif biasanya
mencerminkan secara tidak langsung perasaan-perasaan penutur perihal hubungan
dengan pihak penerima dan cara pandang penutur sendiri tentang dirinya terkait
dengan orang lain tersebut.
2.1.1.4 Konteks-konteks Komunikasi Antarpribadi
Definisi komunikasi interpersonal yang
berpusat pada pesan menekankan sifat komunikasi interpersonal yang berkait
konteks. Konteks komunikasi ternyata sebuah konsep yang rumit, dan beberapa
teoritikus pernah mengusulkan tipologi dimensinya. Applagate dan Delia (Berger,
dkk 2014:222) mengusulkan lima dimensi konteks atau situasi komunikasi: latar
fisik (ruang, lingkungan dan saluran yang digunakan), latar sosial/relasional
(teman,pasangan hidup, rekan kerja, tetangga), latar institusional (rumah,
pekerjaan, sekolah, gereja), latar fungsional (tujuan utama yang dikejar,
misalnya menyediakan informasi, membujuk, mendukung), dan latar budaya
(termasuk suku, kebangsaan, kelas sosial dan golongan lainnya yang relevan).
Konteks penting karena mempengaruhi
cara berlangsungnya keempat proses komunikasi interpersonal dasar dan
hasil-hasilnya. Aspek-aspek konteks mempengaruhi tindakan orang, bentuk dan isi
pesan yang diproduksi orang. Peran yang diperagakan orang dengan sesamanya pada
situasi khusus (bersama banyak saluran, norma, ritual, aturan, undang-undang,
dll yang diasosiasikan dengan situasi dan peran tertentu) menentukan dan bahkan
mungkin memerlukan pengejaran macam-macam tujuan, strategi untuk digunakan
dalam mengejar tujuan tertentu, cara atau gaya untuk melukiskan strategi
tersebut (misalnya gaya bahasa, saluran komunikasi), kecakapan yang dibutuhkan
untuk mewujudkan tujuan tertentu, dan criteria pelaksanaan yang efektif
(Berger, dkk 2014).
Bodie & Burleson (Berger,2014:223)
menyatakan bahwa konteks sangat mempengaruhi interpretasi dan hasil pesan,
mempengaruhi aspek pesan dan situasi mana saja yang akan menjadi perhatian,
bagaiman aspek-aspek tersebut akan diolah (misalnya secara dangkal dibandingkan
dengan secara sistematis), apa yang dianggap sebagai maksud atau pesan tersirat
dari aspek-aspek tersebut, dan respon yang boleh dilakukan dari pihak peneriman.
Konteks menetukan cara orang mengkoordinasi interaksi, mempengaruhi
(kadang-kadang menentukan) struktur giliran dan topik sesuai dengan
interaksinya.
Menurut Burleson, dkk (Berger, dkk
2014:223) bahwa konteks juga penting dikarenakan konteks dan banyak unsur yang
menyusunnya diciptakan, dipertahankan, ditransformasikan lewat
aktivitas-aktivitas komunikatif peserta. Pesan dan interkasi yang diproduksi
orang memelihara, menciptakan kembali, dan menguatkan banyak struktur sosial,
termasuk struktur-struktur sosial yang mempengaruhi tingkah laku komunikatif
(misalnya peran, norma, aturan, ritual), dan yang lebih fundamental, struktur
sosial yang mendasari kemungkinan komunikasi itu sendiri (misalnya aturan
verbal dan nonverbal, sistem tindak tutur, struktur giliran dalam berinteraksi,
rencana dan strategi untuk pesan, pola-pola untuk menginterpretasikan orang
lain dan pesan-pesannya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar