Komunikasi berasal dari
bahasa latin, communication yang
berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu), pertukaran pendapat, dan
ikut mengambil bagian. Kata sifatnya, communis,
artinya bersifat umum atau bersama-sama. Kata kerjanya, communicare, artinya berdialog, berunding, atau bermusyawarah. Dalam
bukunya yang berjudul Rhetoric,
Aristoteles mendefinisikan komunikasi dengan menekankan “siapa mengatakan apa
dan kepada siapa”. Definisi yang sangat sederhana ini telah memberi insipirasi
seorang pakar ilmu politik dari Universitas Chicago bernama Harold D.Lasswell
pada tahun 1948, yang kemudian mencoba membuat definisi komunikasi dengan lebih
sempurna yakni “siapa mengatakan apa, melalui apa, kepada siapa, dan apa
akibatnya” (Cangara : 2009).
Effendy,
( 1992 :20) komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau
untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan,
ataupun tidak langsung secara media. Lasswell
dalam Mulyana, (2005:62-65) mengatakan
bahwa cara yang baik untuk mengggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect. Paradigma Lasswell
menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur dalam menjawab pertanyaan yang
diajukan itu antara lain; komunikator (communication,
source, sender), pesan (message),
saluran (channel, media), kemudian (effect, impact, influence). Berdasarkan berdasarkan definisi
Lasswell dapat di turunkan lima unsur yang saling berkaitan, yaitu:
1) Sumber
(Source), sering di sebut juga
pengirim (sender), penyandi (encoder), komunkator (communicator), pembicara (speaker).
2) Pesan,
yaitu apa yang ingin
di komunkasikan oleh sumber kepada penerima.
3) Saluran
atau media, yaitu alat yang di gunakan sumber dalam penyampaian pesannya
4) Penerima,
sering juga di sebut tujuan (destination),
komunikate (communicatee),
penyandi-balik (decoder) atau
khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter)
5) Efek,
yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah dia menerima pesan itu.
Ricahrd West dan
Lynn H.Turner dalam bukunya “Introducing
Communication Theory : Analysis and aplication” menjelaskan bahwa ada 5
(lima) kunci dalam mendefinisikan komunikasi, yaitu :
1.
Sosial. Kita percaya bahwa komunikasi
adalah proses sosial. Ketika kita menginterpretasikan
komunikasi sebagai sebuah sosial, maka
kita memasukkan manusia dan interaksinya sebagai unsur dalam sosial. Baik
secara tatap muka langsung maupun melalui dunia maya (online).
Ketika komunikasi adalah sosial, maka hal ini berarti memasukkan 2 (dua) orang atau lebih yang saling
berinteraksi dengan ragam perhatian, motivasi, dan kemampuan.
2.
Proses. Komunikasi sebagai proses berarti bahwa komunikasi berlangsung terus menerus
dan tanpa akhir. Komunikasi juga bersifat dinamis, kompleks dan terus menerus
berubah.
3.
Simbol. Simbol merupakan representasi
dari fenomena. Kata-kata adalah simbol
atas konsep dan benda-benda. Terkadang simbol menjadi kesepakatan sebuah kelompok,
namun bisa jadi simbol tersebut tidak digunakan oleh kelompok lain. Selanjutnya
proses dan simbol bermakna penting dalam
mendefinisikan komunikasi.
4.
Pemaknaan. Pemaknaan adalah apa yang seseorang artikan atas sebuah pesan. Pada episode komunikasi, pesan dapat memiliki
lebih dari satu makna dan bahkan bermakna ganda. Tanpa adanya
pertukaran makna, kita mungkin akan kesulitan
dalam mengartikan bahasa yang sama pada kondisi yang berbeda. Kenyataannya tidak semua arti dapat dipertukarkan, dan seseorang
tidak selalu memahami apa yang dikatakan oleh orang lain. Pada situasi ini,
yang harus dilakukan adalah memberi penjelasan, mengulangi, dan mengklarifikasi
pesan yang disampaikan.
5.
Lingkungan. Lingkungan adalah situasi atau bentuk dimana komunikasi
berlangsung. Lingkungan memiliki beberapa unsur-unsur terkait di dalamnya.
Meliputi waktu, tempat, rentetan sejarah, hubungan serta latar belakang budaya
pendengar dan pembicara.
Berdasarkan beberapa definisi
tersebut dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu transaksi dan proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun
hubungan antar sesama manusia, bertukar informasi, menguatkan sikap dan
perilaku, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku baik pada diri sendiri
maupun kepada orang lain. Atau disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah cara
yang digunakan
sehari-hari dalam menyampaikan pesan/rangsangan (stimulus) yang terbentuk
melalui sebuah proses yang melibatkan dua orang atau lebih. Dimana satu sama
lain memiliki peran dalam membuat pesan, mengubah isi dan makna, merespon pesan/rangsangan
tersebut, serta memeliharanya di
ruang publik, dengan tujuan sang “receiver” (komunikan) dapat menerima signal-signal atau pesan yang
dikirimkan oleh “source”
(komunikator).
Politics, dalam bahasa inggris, adalah sinonim
dari kata politik atau ilmu politik dalam bahasa Indonesia, bahasa Yunani pun
mengenal beberapa istilah yang terkait dengan nama politik, seperti politics (menyangkut warga negara), polities (seorang warga negara), polis (kota negara), dan politeia (kewarganegaraan). Pengertian
leksikal seperti ini mendorong lahirnya penafsiran politik sebagai
tindakan-tindakan, termasuk tindakan komunikasi, atau relasi sosial dalam
konteks bernegara atau dalam urusan publik. Penafsiran seperti ini selaras
dengan konsepsi seorang antropolog semisal Smith yang menyatakan bahwa politik
adalah serangkaian tindakan yang mengarahkan dan menata urusan-urusan publik
(Nie dan Verb, dalam Wahid : 2011).
Ilmuwan politik Mark Roelofs dalam Nimmo (2005 : 8)
menjelaskan bahwa politik adalah pembicaraan, atau kegiatan politik adalah
berbicara. Politik pada hakekatnya kegiatan orang secara kolektif sangat
mengatur perbuatan mereka didalam kondisi konflik sosial. Bila orang mengamati
konflik, mereka menurunkan makna perselisihan melalui komunikasi.
Politik adalah siapa, memperoleh apa, kapan dan
bagaimana, pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang, kekuasaan dan pemegang
kekuatan, pegaruh, tindakan yang diarahkan umetuk mempertahankan dan memperluas
tindakan lainnya. Artinya politik adalah kegiatan secara terus menerus
berlangsung sebagai upaya memperoleh, mempertahankan dan mendistribusikan
kekuasaan ( Nimmo dalam Wahid : 2011).
Secara esensial perpaduan komunikasi dan politik
menjadi komunikasi politik, bertemu pada dua titik, yaitu pembicaraan dan pengaruh
atau mempengaruhi. Sejumlah pakar komunikasi menulis bahwa “poltik adalah
komunikasi” atau politik dapat disebut sebagai komunikasi dalam arti komunikasi
mencakupi politik, karena sebagian besar kegiatan politik dilakukan melalui
pembicaraan sebagai salah satu bentuk komunikasi. Sebaliknya sejumlah ilmuwan
politik juga menulis bahwa “komunikasi adalah politik” atau komunikasi dapat
disebut sebagai politik dalam arti politik mencakupi komunikasi, karena hampir
semua komunikasi bertujuan mempengaruhi sebagai salah satu dimensi politik.
Olehnya itu Anwar Arifin merumuskan bahwa komunikasi politik adalah pembicaraan
yang bertujuan mempengaruhi dalam kehidupan bernegara. Arifin (2013 : 12).
Komunikasi politik (political communication)
adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik,
atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Melalui
pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal
yang baru, komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara
“yang memerintah” dan “yang diperintah”. Selain itu komunikasi politik juga merupakan
suatu proses pengoperasian lambang atau simbol
komunikasi yang berisi pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang
lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta memengaruhi
sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik (Nimmo : 2005 :
120).
Menurut Dahlan (Canggara
: 2009 : 35) “komunikasi politik adalah sebuah proses pengoperasian lambang-lambang
atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang
atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara
berfikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi
target politik”. Menurut
McQuail dalam Swanson,
Komunikasi politik adalah ; Sebuah studi yang interdisiplinari yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik.
Ia merupakan wilayah
pertarungan dan dimeriahkan oleh persaingan teori, pendekatan, agenda dan konsep
dalam membangun jati dirinya. Oleh karena itu pula, komunikasi
yang membicarakan tentang politik kadang diklaim sebagai studi tentang aspek-aspek politik
dari komunikasi publik,
dan sering dikaitkan
sebagai komunikasi kampanye
pemilu karena mencakup
masalah persuasi terhadap
pemilih, debat antar kandidat, dan penggunaan media massa sebagai alat kampanye.(Nimmo :2005).
Mc
Nair (2003) dalam bukunya introduction to
political communicationan mengutip Denton and Woordward yang mendefinisikan
komunikasi politik sebagai diskusi tentang alokasi publik resource, official authority (mereka yang diberikan
kekuasaan untuk membuat peraturan, keputusan legislatif dan eksekutif) dan official sanction (penghargaan atau hukuman oleh negara) menurut Mc Nair
definisi Denton and Woodward tersebut tidak termasuk di dalamnya retorika
verbal dan tulisan, namun tidak termasuk komunikasi simbolik. Sedangkan menurut
catatan Mc Nair, Doris Graber berpandangan bahwa komunikasi politik termasuk di
dalamnya adalah paralinguistik seperti
bahasa tubuh dan tindakan politik seperti boikot dan protes. Mc Nair sependapat
dengan Doris Grabber, bahkan pakaian apa yang digunakan, gaya rambur, tata rias
dan logo dan semua elemen komunikasi yang ditujukan untuk membentuk image politik termasuk dalam komunikasi
politik. Secara rinci komunikasi politik menurut Mc Nair menekankan komunikasi
politik pada adanya intensi/maksud dengan menyederhanakan bahwa komunikasi
politik terdiri dari :
1)
Semua
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh politikus dan aktor politik yang lain
untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik.
2)
Komunikasi
yang dialamatkan kepada para aktor politik oleh non politikus seperti pemilih
dan kolumnis.
3)
Komunikasi
tentang para aktor politik dan aktifitas mereka, sebagaimana yang dimuat
diberita, editorial, dan berbagai bentuk media dan diskusi politik.
Grabber sendiri memberikan definisi
komunikasi politik mencakup; konstruksi pengiriman, penerimaan, dan proses
pesan yang memiliki potensi langsung atau tidak langsung dampak politik yang
signifikan. Grabber melanjutkan bahwa pengirim dan penerima pesan bisa siapa
saja baik dia politisi, jurnalis, anggota kelompok kepentingan, pribadi yang
terorganisir, dan yang menjadi elemen kunci adalah pada pesan yang memiliki
efek politik yang signifikan pada pemikiran, keyakinan dan perilaku individu,
kelompok lembaga, dan masyarakat yang berada pada lingkungannya.(Nimmo :2005).
Lord Windlesham mengemukakan bahwa
komunikasi politik adalah penyampaian pesan politik secara sengaja dari
pengirim pesan kepada penerima pesan yang bertujuan untuk merubah perilaku
tertentu pada penerima pesan. Komunikasi politik secara keseluruhan tidak dapat
dipahami kecuali apabila dihubungkan dengan dimensi politik dengan segala aspek
dan problematikanya. Komunikasi dipandang dalam arti yang lebih luas meliputi
seluruh pertukaran pesan diantara individu-individu warga masyarakat mulai dari
kelompok yang terkecil (keluarga) sampai pada kelompok yang lebih luas yang
disebut masyarakat negara. (Nimmo :2005).
Internatioan
Encyclopedia of Communication dalam Arianne (2010 :14)
menggaris bawahi bahwa komunikasi politik adalah setiap penyampaian pesan yang
disusun secara sengaja untuk mendapatkan pengaruh atas penyebaran atau
penggunaan power di dalam masyarakat yang di dalamnya mengandung empat bentuk
komunikasi yakni :
1.
Ellite
communication
2.
Hegemonic
communication
3.
Petitionary
Communication
4.
Associational
communication
Gobran
Hedebro yang dikutip dalam buku Komunikasi Politik (Hafied Cangara, 2009:40),
menyebutkan fungsi komunikasi politik sebagai berikut :
§ Memberikan
informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang dilakukan lembaga politik
maupun dalam hubungan dengan pemerintah dan masyarakat.
§ Melakukan
sosialisasi tentang kebijakan, program dan tujuan lembaga politik.
§ Memberi
motivasi kepada politisi, fungsionaris dan pendukung partai.
§ Menjadi
platform yang bisa menampung ide-ide masyarakat sehingga menjadi bahan
pembicaraan dalam bentuk opini publik.
§ Mendidik
masyarakat dengan memberi informasi, sosialisasi tentang cara-cara pemilihan
umum dan penggunaan hak mereka dalam memberikan suara.
§ Menjadi
hiburan masyarakat sebagai “pesta demokrasi” dengan menampilkan para juru
kampanye, artis dan para komentator atau pengamat politik.
§ Memupuk
integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna menghindari konflik dan
ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatuan nasional.
§ Menciptakan
iklim perubahan dengan mengubah kekuasaan melalui informasi untuk mencari
dukungan masyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokrasi.
§ Meningkatkan
aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda setting, maupun
komentar-komentar politik.
§ Menjadi
watchdog atau anjing penjaga dalam
membantu terciptanya good governance
yang transparansi dan akuntabilitas.
Terdapat
beberapa bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh komunikator
infrastruktur politik untuk mencapai tujuan politiknya (Arifin, 2003: 65-98)
yaitu :
a) Retorika, berasal dari bahasa Yunani
– rhetorica, yang berarti seni
berbicara, asalnya digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang sidang pengadilan untuk saling
mempengaruhi sehingga bersifat kegiatan antarpesona. Kemudian berkembang menjadi kegiatan komunikasi
massa yaitu berpidato kepada khalayak.
b) Agitasi Politik, dari bahasa Agitare artinya bergerak atau
menggerakan, dalam bahasa inggris agitation.
Menurut Harbert Blumer agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada
suatu gerakan politik, baik lisan maupun tulisan dengan merangsang dan membangkitkan
emosi khalayak. Dimulai dengan cara membuat kontradiksi dalam masyarakat dan
menggerakan khalayak untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini
(penuh ketidakpastian dan penuh penderitaan) dengan tujuan menimbulkan
kegelisahan dikalangan massa. Orang yang melakukan agitasi disbut agitator yang
oleh Nepheus Smith disebut sebagai orang yang berusaha menimbulkan
ketidakpuasan, kegelisahan atau pemberontakan orang lain. Ada agitator yang
sikapnya selalu gelisah dan agresif, ada juga yang lebih tenang, cenderung
pendiam tetapi mampu menggerakan khalayak dengan ucapan dan tulisannya.
c) Propaganda, berasal dari kata latin propagare (menanamkan tunas suatu
tanaman) yang pada awalnya sebagai bentuk kegiatan penyebaran agama khatolik
pada tahun 1822 Paus Gregorius XV membentuk suatu komisi cardinal yang bernama Congregatio de Propaganda Fide untuk
menumbuhkan keimanan kristiani diantara bangsa-bangsa. Propagandis adlaah orang
yang melakukan propaganda yang mampu menjangkau khalayak kolektif lebih besar,
biasanya dilakukan politikus atau kader partai politik yang memiliki kemampuan
dalam melakukan sugesti kepada khalayak dan menciptakan suasana yang mudah
terkena sugesti, di negara demokratis menurut W.Dobb dipahami sebagai suatu
usaha individu atau kelompok yang berkepentingan untuk mengontrol sikap
kelompok individu lainnya dengan menggunakan sugesti. Sedangkan Harbert Blumer,
suatu kampanye politik dengan sengaja mengajak, mempengaruhi guna menerima
suatu pandanganm sentiment atau nilai.
d) Public
Relations (PR) Politics, yang tumbuh pesar di Amerika
Serikat setelah Perang Dunia II, sebagai suatu upaya alternatif dalam mengimbangi propaganda yang
dianggap membahayakan kehidupan sosial dan politik, presiden Theodore Rossevelt
(1945) mendeklarasikan pemerintahan sebagai square
deals (jujur dan terbuka) dalam melakukan hubungan dengan masyarakat dan
menjalin hubungan timbal balik secara rasional. Sehingga tujuannya untuk
menciptakan hubungan saling percaya, harmonis, terbuka atau akomodatif antara
politikus, professional atau aktivis (komunikator) dengan khalayak
(kader,simpatisan, masyarakat umum).
e) Kampanye Politik, adalah bentuk komunikasi politik yang
dilakukan orang atau kelompok (organisasi) dalam waktu tertentu untuk
memperoleh dan memperkuat dukungan politik dari rakyat atau pemilih. Menurut
Rogers dan Storey (1987) (dalam Venus, 2004:7), merupakan serangkaian tindakan
komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah
besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu,
sehingga berbeda dengan propaganda, dimana kampanye cirinya sumber yang
melakukannya selalu jelas, waktu pelaksanaan terikat dan dibatasi, sifat
gagasan terbuka untuk diperdebatkan khalayak, tujuannya tegas, variatif serta
spesifik, modus penerimaan pesan sukarela dan persuasi, modus tindakannya
diatur kaidah dan kode etiknya, sifat kepentingan mempertimbangkan kepentingan
kedua belah pihak.
f) Lobi politik, istilah lobi sendiri sesungguhnya tempat para
tamu menunggu untuk berbincang-bincang di hotel, karena yang hadir para
politikus yang melakukan pembicaraan politik (political lobbying) terjadi dialog dengan tatap muka (komunikasi
antarpersonal) secara informal namun penting. Karena hasil lobi itu biasanya
ada kesepahaman dan kesepakatan bersama yang akan diperkuat melalui pembicaraan
formal dalam rapat atau siding politik yang akan menghasilkan keputusan dan
sikap politik tertentu. Dalam lobi politik pengaruh dari pribadi seorang
politikus sangat berpengaruh seperti komptensinya, penguasaan masalah dan
charisma. Lobi politik adalah gelanggang terpenting bagi pembicaraan para
politikus atau kader politik tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas, konflik dan
konsensus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar