Blog Ilmu Komunikasi

Semua Tentang Ilmu Komunikasi

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN
Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.” Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. Secara singkat, Denzin & Lincoln (1994:107) mendefinisikan “Paradigm as Basic Belief Systems Based on Ontological, Epistomological, and Methodological Assumptions.” Paradigma merupakan sistem keyakinan dasar berdasarkan asumsi ontologis, epistomologis, dan metodologi. Denzin & Lincoln (1994:107) menyatakan: “A paradigm may be viewed as a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principle.” Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip utama. Sedangkan Guba (1990:18) menyatakan suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi. Selanjutnya dijelaskan:
a.       Ontological: What is the nature of the “knowable?” or what is the nature of reality? Ontologi: Apakah hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui? Atau apakah hakikat dari realitas? Secara lebih sederhana, ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan hakikat suatu fenomena.
b.      Epistomological: What is the nature of the relationship between the knower (the inquirer) and the known (or knowable)? Epistomologi: Apakah hakikat hubungan antara yang ingin mengetahui (peneliti) dengan apa yang dapat diketahui? Secara lebih sederhana dapat dikatakan epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi?
c.       Methodological: How should the inquirer go about finding out knowledge? Metodologi: Bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan? Secara lebih sederhana dapat dikatakan metodologi mempertanyakan bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan pengetahuan?
 Sedang Denzin & Lincoln (1994:108) menjelaskan ontologi, epistomologi, dan metodologi sebagai berikut:
        The ontological question: What is the form and nature of reality and, therefore, what is there that can be known about it? Pertanyaan ontologi: “Apakah bentuk dan hakikat realitas dan selanjutnya apa yang dapat diketahui tentangnya?”
        The epistomological question: What is the nature of the relationship between the knower or would be-knower and what can be known? Pertanyaan epistomologi: “Apakah hakikat hubungan antara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui.”
        The methodological question: How can the inquirer (would-be knower) go about finding out whatever he or she believes can be known. Pertanyaan metodologi: “Bagaimana cara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dapat menemukan sesuatu yang diyakini dapat diketahui.”
 Apabila dianalisis secara saksama dapat disimpulkan bahwa pandangan Guba dan pandangan Denzin & Lincoln tentang ontologi, epistomologi serta metodologi pada dasarnya tidak ada perbedaan. Dengan mengacu pandangan Guba (1990) dan Denzin & Lincoln (1994) dapat disimpulkan paradigma adalah sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi atau dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas.
Sedang Salim (2001:33), yang mengacu pandangan Guba (1990), Denzin & Lincoln (1994) menyimpulkan paradigma merupakan seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Atau seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. Dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah paradigma didefinisikan sebagai sejumlah perangkat keyakinan dasar yang digunakan untuk mengungkapkan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya.
Dalam komunitas Sosiologi, definisi paradigma yang banyak digunakan mengacu pada definisi dari George Ritzer. Menurut Ritzer dalam buku: Sociology A Multiple Paradigm Science (1975): paradigma merupakan gambaran fundamental tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan suatu konsensus yang paling luas dalam suatu ilmu pengetahuan dan membantu membedakan satu komunitas ilmiah (atau subkomunitas) dari yang lain. Paradigma memasukkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrumen yang ada di dalamnya (Ritzer, 1975 dalam Lawang, 1998:2).
Catatan: eksemplar adalah contoh atau model penelitian yang secara konsisten (kurang lebih) memperlihatkan hubungan antara gambaran fundamental tentang pokok permasalahan, teori, dan metode yang digunakan (Lawang, 1999:4).

Menurut pendapat penulis, definisi paradigma yang dikemukakan Ritzer tersebut mengandung tiga asumsi yaitu ontologi, epistomologi, dan metodologi. Ini dapat dilihat dari pernyataan: “paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari (asumsi ontologi), pertanyaan apa yang harus dikemukakan (asumsi epistomologi), bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (asumsi metodologi). Dengan demikian definisi paradigma Ritzer mengandung tiga asumsi mendasar yang sama dengan definisi paradigma dari Guba, Denzin & Lincoln, yaitu asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi.
Menurut Creswell (1994: 6), paradigma merupakan landasan untuk mencari jawaban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. Aksiologi adalah jawaban atas pertanyaan apa peranan nilai, sedang retorika adalah jawaban atas pertanyaan apa bahasa yang digunakan dalam penelitian.
Dari semua uraian di atas dapatlah dikemukakan bagaimana seseorang mengembangkan dan menggunakan suatu paradigma ilmu pengetahuan dengan melihat cara pandang yang digunakan dalam menjawab lima pertanyaan mendasar, yaitu: ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. Oleh karena itu, uraian selanjutnya akan dikemukakan prinsip-prinsip implementasi, dimensi-dimensi paradigma dalam penelitian kuantitatif dan dalam penelitian kualitatif.

Makalah Dampak perkembangan Teknologi Komunikasi Terhadap Budaya dan Kehidupan Sosial Masyarakat di Indonesia



Dampak perkembangan Teknologi Komunikasi Terhadap Budaya dan Kehidupan Sosial Masyarakat di Indonesia
Komunikasi adalah aktivitas yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia sehari – hari. Kegiatan ini sering berlangsung di antara individu – individu yang berlainan latar belakang dan budaya. Komunikasi dan budaya secara timbal balik saling berpengaruh satu sama lain. Budaya dimana secara individu-individu disosialisasikan, akan berpengaruh terhadap cara mereka dalam berkomunikasi. Dan cara bagaimana individu-individu itu berkomunikasi, dapat mengubah budaya yang mereka miliki dari waktu ke waktu. Hanya saja, kebanyakan analisis tentang komunikasi antarpribadi mengabaikan hubungan ini dan aspek budaya menjadi kosong dalam studi komunikasi. Sebaliknya, studi-studi tentang komunikasi lintas budaya, menguji pengaruh budaya terhadap komunikasi. Kebanyakan analisis tentang komunikasi lintas budaya membandingkan dan mempertentangkan pola-pola komunikasi dari berbagai macam budaya.
Bagi orang yang melihat budaya sebagai hal yang adaptif, mereka memiliki kecenderungan untuk melihat budaya sebagai hal yang menyatukan orang-orang untuk sistem ekologi dimana mereka hidup. Harris (1968), misalkan, berpendapat bahwa budaya menurun kepada pola prilaku yang diasosiasikan dengan kelompok orang tertentu, yaitu untuk kebiasaan atau untuk prinsip hidup seseorang. Perkembangan teknologi komunikasi kini sudah semakin pesat, dan kemajuan teknologi secara sadar ataupun tidak sadar telah banyak mengubah pola kehidupan masyarakat. sesuai dengan asumsi dasar dari teori technology deternimism bahwa pola kehidupan masyarakat manusia khususnya aspek interaksi sosial diantara mereka ditentukan oleh perkembangan dan jenis teknologi yang dikuasai masyarakat yang bersangkutan.
Seperti yang telah diramalkan McLuhan juga pada saat awal masuknya dunia pertelevisian di Amerika, yaitu McLuhan menyatakan bahwa nantinya dunia akan menjadi satu “kampung global”, dimana produk budaya akan sama dimana saja. Kini hal yang pernah diramalkan McLuhan tersebut menjadi kenyataan. Kampung global yang dimaksud McLuhan diatas adalah adanya penyamaan budaya melalui media massa. Seperti kita ketahui dengan adanya TV kabel ataupun TV streaming melalui internet yang bisa diakses oleh semua orang diseleruh dunia ini dapat mempermudah orang dibelahan manapun untuk mengetahui apa yang sedang menjadi topik pembicaraan utama dibelahan dunia yang lain. Dari situ juga tidak menutup kemungkinan akan adanya imitasi kebudayaan oleh seeorang saat menonton acara tv yang bukan disiarkan dari budayanya. Salah satu contohnya dengan adanya tayangan K-pop, dari mulai drama ataupun group musiknya yang kini sedang naik daun seperti boyband dan girlband ini membuat masyarakat yang menonton acara tersebut meskipun bukan orang Korea tapi akhirnya mereka mulai mengikuti gaya atau style ala-ala Korea atau yang kini sering disebut sebagai fenomena Korean wave dan hal itupun terjadi di Indonesia. Bisa kita lihat sekarang dengan menjamurnya jumlah boyband dan girlband yang ada di Indonesia yang mengadopsi style ala Korea. Dari contoh ini kita bisa melihat meski berbeda tempat tetapi dengan adanya media massa membuat ada beberapa penyamaan budaya.
Tiga dekade setelah McLuhan menyatakan ramalannya, Manuel Castells memberikan pendapat yang berbeda, menurutnya: “bukan satu kampung global yang seragam, melainkan masyarakat dalam jaringan global yang saling terhubung, the network society”.Teknologi jaringan (network technology) makin berkembang di penghujung dekade 1990-an dengan perangkat lunak yang memungkinkan komunikasi antara komputer dengan telepon genggam. Lagi-lagi perubahan teknologi ini juga mempengaruhi pola hidup atau cara hidup manusia sesuai dengan yang dijelaskan teori technologi determinism sebelumnya. Saat ini semua informasi yang ada dari belahan dunia manapun dapat dengan mudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan adanya network technology. Era digital yang menghubungkan manusia dengan sistem internet ini membuat dunia sempit, karena dengan mudah dan cepatnya suatu informasi tersebar melalui internet. Contohnya media sosial twitter dan facebook yang selalu meng-update segala informasi dalam hitungan menit ini membuat masyarakat akhirnya mulai ketergantungan untuk selalu mengecek account twitter dan facebooknya agar tetap up to date dalam mendapatkan informasi.
Tidak dapat kita pungkiri perubahan teknologi komunikasi ini memiliki beberapa dampak terhadap kehidupan masyarakat. Dilihat dari sudut pandang Budaya, perubahan ini memiliki beberapa dampak positif dan juga negatif. Dampak positif dari perkembangan teknologi ini adalah dengan mudahnya penyebaran informasi dari sini kita bisa belajar hal-hal positif dari budaya lain misalnya saja kebiasaan jam karet yang sering dilakukan orang Indonesia, dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat ini kita dapat belajar dari negara-negara maju tentang bagaimana mereka menerapkan etos kerja yang tinggi dan displin yang nantinya dapat perdampak memajukan bangsa kita sendiri.
Selain dampak positif, perkembangan teknologi komunikasi juga memiliki dampak negatif dari sudut pandang budaya. Dampak negatif itu adalah adanya penurunan rasa cinta terhadap budaya sendiri, misalnya saja banyak masyarakat Indonesia sekarang yang lebih bangga berbicara menggunakan bahasa asing ketimbang menggunakan bahasa Indonesia yang sebenarnya adalah salah satu identitas bangsa. Tak sedikit juga kalangan remaja yang lebih senang belajar budaya asing seperti tarian-tarian break dance, suffle dance, dan jenis tarian asing lainnya dari pada tarian tradisional seperti jaipong dan lain - lain. Tidak hanya itu saja, dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi ini apabila digunakan dengan tidak bijak juga akan mengakibatkan penurunan moral, karena seperti kita ketahui budaya timur sangat mengedepankan sopan santun dan tata krama, tetapi tidak seperti bangsa barat yang lebih mengutamakan kebebasan, hal itu membuat meningkatnya angka kehamilan yang dilakukan diluar pernikahan dan juga dengan gaya berpakaian yang kebarat-baratan dan terkesan kurang sopan untuk bangsa timur.
Pengaruh perubahan itu juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Dampak postif dari perkembangan teknologi komunikasi ini adalah kemudahan kita dalam berkomunikasi dengan kerabat yang jaraknya sangat jauh sekalipun. Dengan adanya network technology membuat kita dapat mengakrabkan diri kembali dengan teman-teman lama, dan juga sanak saudara lainnya. Yang biasa dikenal dengan istilah mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Dengan adanya kemudahan ini tak perlu menunggu waktu yang lama untuk mengetahui kabar atau kejadian apa saja yang sedang dialami oleh saudara atau teman kita yang jauh seperti dahulu, karena harus menggunakan surat yang memerlukan waktu yang lama dalam proses pengirimannya. Tapi kini dengan menggunakan aplikasi chat, email, telephone, dan media sosial kita dapat saling bertukar informasi dalam hitungan detik. Selain itu dampak positif lainnya adalah masyarakat akan lebih mudah untuk menyebarkan kebaikan antar umat manusia, misalnya saja ada sebuah organisasi atau orang tertentu yang mengadakan penggalangan dana untuk biaya operasi seseorang yang kurang mampu melalui internet, melalui media ini seseorang atau organisasi tersebut akan dengan mudah menyebarkan informasinya yang nantinya juga akan mempermudah untuk melakukan pengumpulan donasi kepada orang yang membutuhkan tersebut. Seperti kita ketahui sekarang jaringan internet sudah begitu luas bahkan tidak hanya di daerah perkotaan saja tetapi juga di pedesaan.
Meskipun perubahan teknologi komunikasi ini membawa dampak positif kepada masyarakat dalam hal kehidupan sosial, hal ini juga menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi ini adalah semakin menurunnya kepekaan masyarakat terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Tak jarang kita temui sekumpulan orang yang ada di sebuah restaurant berada di meja yang sama tetapi tidak saling berbincang, mereka malah sibuk dengan smartphonenya masing-masing untuk bercengkrama dengan seseorang yang jaraknya lebih jauh dibanding teman atau keluarganya yang sedang berada di dekatnya istilah dari fenomena ini biasanya disebut dengan mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Bisa dibilang generasi muda saat ini adalah generasi menunduk, seperti salah satu ungkapan yang ada di film Republik Twitter, karena setiap orang lebih asik berautis ria dengan smartphonenya dan sibuk mengurusi orang-orang yang maya dibandingkan dengan orang-orang yang benar-benar sedang berada di sekitar mereka.
Hal ini selain menimbulkan dampak buruk dalam berinteraksi interpersonal secara langsung juga merusak psikologis seseorang tersebut, lama kelamaan seseorang akan sulit menjalin komunikasi dan membangun relasi dengan orang-orang disekitarnya. Bila hal tersebut tidak segera ditanggulangi akan menumbulkan dampak yang sangat buruk, yang dimana manusia lama kelamaan akan sangat individualis dan tidak akan ada lagi interaksi ataupun sosialisasi yang dilakukan di dunia nyata.
Oleh karena itu kita harus bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi yang  ada saat ini. Tidak perlu terlalu takut juga akan dampak-dampak negatif yang akan ditimbulkan, karena banyak juga manfaat-manfaat yang dapat kita petik dari perkembangan teknologi komunikasi ini yang dapat membantu mempermudah kita dalam menjalani aktivitas. Mungkin disini peran pemerintah sangatlah penting, sebagai lembaga yang dapat membuat peraturan yang bertujuan untuk kebaikan masyarakatnya. Selain itu peran orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya juga termasuk hal yang penting untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma mana yang baik dan tidak baik, agar pemanfaatan teknologi komunikasi itu sendiri lebih tepat.

MAKALAH PERANAN KORAN KENDARI POS SEBAGAI MEDIA PENYALUR INFORMASI BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DI SULAWESI TENGGARA



PERANAN KORAN KENDARI POS SEBAGAI MEDIA PENYALUR INFORMASI BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DI SULAWESI TENGGARA
Kendari Pos merupakan harian Nasional pertama di Sulawesi Tenggara. Awal pembentukannya, harian Kendari Pos pertama terbit pada tanggal 6 Juni 1970 dengan nama Media Karya. Berawal dari usaha keluarga yang didirikan oleh  P.P Bittikaka bersama saudaranya Benyamin Bittikaka dan putranyaIr. Jerry Bittikaka. Mereka membentuk Yayasan Pers Nasional yang merupakan Surat Kabar Umum. Berita Media Karya pada saat itu baru menggunakan SITT karena belum mempunyai percetakan sendiri, maka percetakan surat kabar yang terbit empat halaman itu di Makasar, sedangkan kantornya  di rumah P.P Bittikaka. Pada waktu itu Media Karya  sekali seminggu sampai ke desa-desa dengan oplah 5.000 eksemplar setiap minggunya.
Setelah 16 tahun terbit secara mingguan DPP Golkar meminta melalui Departemen Penerangan agar nama mingguan Media Karya menjadi penerbit DPP Golkar sehingga Departemen Penerangan meminta untuk memilih apa yang bisa dijadikan penggnti Media Karya yang akan dipakai oleh Golkar. Perkembangan selanjutnya, Media Kita yang terbit secara mingguan itu menjalin kerjasama dengan Kanwil Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel) Sulawesi Selatan Tenggara (Sulselra). Bersama Media Kita, Deparpostel membentuk badan usaha yang yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang berkantor di Makasar. Semua proses redaksional dan perusahaan daiadakan di Makassar. Surat Kabar mingguan dalam manajemen baru itu, walaupun tetap terbit secara mingguan, layout tetap menarik. Terbik 12 halaman Full colour dengan jangkauan peredarannya di seluruh Indonesia. Berita-beritanya sebagian besar menyangkut masalah kepariwisataan. Oplah saat itu mencapai 10.000 eksemplar, namun kerjasama dengan instansi pemerintah yang manajemennya berbentuk fifty-fifty itu tidak bertahan lama. Hanya berlangsung 10 bulan, akhirnya berhenti karena antara pengurus baru maupun penyandang dana tidak mampu memperoleh keuntungan dari penerbitan itu.
Media Kita yang telah berhenti bekerjasama dengan Kanwil DeparpostelSulselra terus berupaya menerbitkan surat kbar yang pada saat itu sudah 20 tahun jatuh bangun dan tetap kembali menerbitkan secara mingguan. Media kita yang sejak lama diberikan kepercayaan sebagai pelaksana Koran Membangun Desa (KMD) selalu rutin mengikuti lokakarya dan pertemuan berkala yang dilakukan LP3S. pada kesempatan itulah P.P Bittikaka mengungkapkan kesulitan membesarkan surat kabarnya yang berada di aerah dengan fasilitas terbatas. Salah satu saran yang sangat menarik pada saat itu, LP3S memberikan solusi untuk menghidupkan pers daerah seperti Media Kitayang ingin cenderung dengan sebuah penerbit besar dan matang. LP3S menyarankan agar bergabung dengan Group Jawa Pos yang telah berhail.saran tersebut tidak hanya datang dari LP3S, tetpi juga dari Departemen Penerangan RI, H. Harmoko yang pada saat itu berkunjung ke Kendari Sulawesi Tenggara dan secara langsung menyampaikan kepada  P. P Bittikaka agar segera bergabung dengan surat kabar profesional.
Saran dan masukan dari berbagai pihak tidak disia-siakan oleh P.P Bittikaka yang mempunyai obsesi untuk tetap menerbitkan dan membesarkan Media Kita. Pada bulan Agustus 1994, P.P Bittikaka mengikuti rapat KMD di Surakarta dan berkunjung Ke Surabaya untuk menemui FIN Dahlan Iskan, Direktur Utama Jawa Pos yang juga Pimpinan Redaksi Jawa Pos P.P Bittikaka berkeyakinan bahwa untuk menerbitkan Media Kita secara harian harus bergabung dengan surat kabar yang mapan dan Jawa Pos merupakan salah satu sasaran dan memiliki peluang yang cukup besar. Walaupun Jawa Pos Media Group sedang gencarnya melakukan ekspansi keberbagai daerah ternyata jawaban Dahlan Iskan tidak seperti yang di bayangkan sebelumnya. Dahlan Iskan merasa terlalu jauh untuk mengembangkan usaha di Kendari dan mengatakan bahwa akan membatasi usahanya di luar Jawa karena kalau mau membuka usaha lebih bagus di Jawa saja.
Namun bukan berarti putuslah harapan P.P Bittikaka Dahlan Iskan menyarankan agar menemui H.M Alwi Hamu, Ketua Badan Pengawas dan Pengembangan Anak Perusahaan Jawa Pos Media Group. P.P Bittikaka, Dahlan Iskan mengambil Media Kita sebagai salah satu anak perusahaannya bukan semata-mata ingin mencari keuntungan karena Cuma ingin membantu bagaimana koran daerah bisa maju dan berkembang walaupun dalam waktu yang panjang. Dalam kepengurusan PT Media Kita Sejahtera, Dahlan Iskan sebagai Komisaris Utama, H. Mahtum Mastoem sebagai komisaris. Sementara direksinya terdiri dari H.M. Alwi Hamu sebagai Direktur, dan Pengasuh Media Kita terdiri dari P.P Bittikaka sebagai Pimpinan umum atau pemimpin redaksi dan Benyamin Bittikaka sebagai pimpinan perusahaan. Sementara pemegang saham terdiri dari Dahlan Iskan, H. Mahtum Mastoem RIP Bittikaka dan H.M. Alwi Hamu. Untuk mewujudkan terbitnya Media Kita secara harian, Jawa Pos Media Group memberikan bantuan dana sebesar Rp 125 juta. Dan tersebut digunakan untuk mengembangkan Media Kita di Sulawesi Tenggara dengan membangun kantor semi permanent di jalan Malik Raya No 4 sebagai kantor Redaksi Perusahaan Percetakan dan Iklan.
Selain itu Jawa Pos Media Group juga memberikan bantuan pembinaan manajemen. Sebelum terbit Media Kita terlebih dahulu mengadakan magang di Group Jawa Pos, baik diharian Jawa Pos sendiri maupun di Harian Fajar Makassar, salah  satu anak perusahaan Jawa Pos yang terdekat dengan Media Kita. Bahkan awal pengoperasian penerbitan secara harian, didatangkan tenaga teknis dari Surabaya (Jawa Pos) maupun Makassar (Harian Fajar) baik berupa teknis mesin cetak maupun pra cetak. Di bidang manajemen dan Redaksi Jawa Pos melalui anak perusahaannya harian Fajar mengutus 2 orang tenaga Redaksi, 2 orang tenaga Wan, dan 1 orang tenaga pra cetak. Selain itu untuk redaksi-redaksi pra cetak dan perusahaan, kendaraan yang terdiri dari sepeda motor dinas, meja dan kursi kantor. Jawa Pos juga terbit sampai sekarang mensuplay berita nasioanal, internasional maupun daerah, khususnya di luar Sulawesi Tenggara melalui Jawa Pos News Network (JPNN). Tanggal 9 September 1999, surat kabar harian yang selama ini dikenal dengan nama Media Kita berubah nama menjadi Kendari Pos. Pimpinan redaksinya adalah P.P Bittikaka. Perubahan nama tersebut dilakukan dalam rangka menyikapi perkembangan zaman dari Orde Baru menjadi Orde Reformasi. Pada masa rezim orde baru berkuasa diketahui bahwa surat kabar sangat sulit untuk berdiri.
Segi pemasaran surat kabar pembaca yang berasal dari Kota Kendari maupun dari kabupaten Kendari dan Kolaka pasti mempunyai ikatan tersendiri dengan Kendari Pos, begitu juga dengan pembaca yang berasal dari Kabupaten Muna maupun Kabupaten Buton tetap akan mempunyai ikatan tersebut sebab di ketahui bahwa Kendari adalah merupakan ibu Kota Propinsi yang merupakan bacaan utama masyarakat Sulawesi Tenggara dan mempunyai posisi strategic sebagai tempat-tempat untuk mempromosikan usahanya.
Konsep Kearifan Lokal
Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budaya-budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak saja terdapat secara internal, tetapi juga karena pengaruh-pengaruh yang membentuk suatu kebudayaan. Perkembangan budaya lokal di setiap daerah tentu memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan semangat nasionalisme, karena kesenian budaya lokal tersebut mengandung nilai-nilai sosial masyarakat. Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Kearifan lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang bersifat umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).
Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh. Di sini dibutuhkan peran yang lebih dari media massa seperti Koran Kendari Pos untuk selalu mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di daerah ini. Agar masyarakat tidak buta dan tidak ada penyesatan sejarah terhadap kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara.  Inilah alasan kami mengangkat masalah Kendari Pos yang dalam pemberitaannya kurang atau sangat minim mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara.
Peran Media Massa
Peran media masa dalam kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan modern tidak ada yang menyangkal, menurut Mc Quail dalam bukunya Mass Communication Theories(2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.
1.     Melihat media masa sebagai window on event and experriece. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi disana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
2.     Media juga sering dianggap a mirror of event in society and the word implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan , konflik, pornografi, dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para professional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahwi apa yang mereka inginkan.
3.    Memandang media masa sebagai filter, sebagai guide atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan“ oleh media tentang apa-apa yang layak diketahwi dan mendapat perhatian.
4.    Media masa acapkali juga dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan atau menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian , atau alternative yang beragam.
5.      Melihat media sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
6.     Media masa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga parthner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.
Latar Belakang Koran Kendari Pos Minim Dalam Pemberitaan Tentang Kearifan Lokal yang ada Di Sulawesi Tenggara
Yang menjadi persoalannya adalah sangat minimnya peran media massa koran Kendari Pos dalam mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi tenggara. Berdasarkan beberapa sampel yang kami analisis, dari sepuluh sampel hanya satu sampel yang mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang di Sulawesi Tenggara. Dari beberapa sampel sudah dapat mewakili dan dapat ditarik kesimpulan bahwa berita harian Kendari Pos dalam mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara sangat minim. Menurut analisa kami yang melatar belakangi berita tentang kearifan lokal sedikit diangkat di harian Kendari Pos dibandingan dengan berita-berita seperti situasi daerah, ekonomi, politik, hukum dan kriminal serta berita mengenai pemerintahan adalah sebagai berikut :
1.    Target kepentingan itu lebih diutamakan dari pada berita-berita tentang nilai atau budaya yang ada di Sulawesi Tenggara.
2.      Untuk mendongkrak status quo sebagai media terbesar di Sulawesi Tenggara
3.      Membuka jaringan atau relasi sehingga sesi pemberitaan kearifan lokal terabaikan.
Dampak Positif dan Negatif Yang Ditimbulkan Dengan Pemberitaan Kendari Pos Tentang Kearifan Lokal Yang Ada Di Sulawesi Tenggara Menurut Kami adalah :
1.      Dampak Positif
a.       Dengan maksimalnya pemberitaan harian Kendari Pos dalam mengangkat berita mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara menjadikan kita sebagai masyarakat Sulawesi Tenggara lebih mengetahui bahwa di setiap daerah-daerah yang ada di Sulawesi Tenggara terdapat kearifan lokal yang berbeda-beda yang menjadikan daerah kita kaya akan nilai dan budaya lokal.
b.      Kita sebagai masyarakat Sulawesi Tenggara tidak buta terhadap nilai-nilai atau budaya daerah kita masing-masing.
c.      Dapat membuka mata para generasi muda bahwa kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara tidak kalah dengan kearifan lokal yang ada di daerah-daerah lain atau di negara-negara lain.
d.     Menjadikan kita sadar bahwa kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara tidak termakan oleh perkembangan zaman seiring dengan perkembangan teknologi dan di era globalisasi yang semakin berkembang.
e.       Dapat menjelaskan dan menggambarkan bahwa kearifan lokal yang di Sulawesi Tenggara sangat kaya dan itu tidak bisa diabaikan begitu saja karena itu akan menjadi warisan budaya kepada anak cucu kita nanti.
f.       Dapat menambah wawasan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara dan menjadi bahan referensi atau informasi bagi para peneliti untuk melakukan penelitian mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara.
2.      Dampak Negatif
a.       Dengan minimnya pemberitaan harian Kendari Pos dalam mengangkat berita mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara tersebut mengakibatkan generasi penerus bangsa cenderung kesulitan untuk menyerap nilai-nilai budaya menjadi kearifan lokal sebagai sumber daya untuk memelihara dan meningkatkan martabat dan kesejahteraan bangsa.
b.      Krisis identitas dan krisis budaya lokal yang menyebabkan para generasi muda di Sulawesi Tenggara hanya ikut-ikutan dalam mengadopsi budaya dari luar tanpa disikapi dengan kritis dan mengabaikan budaya yang ada pada daerahnya masing-masing.
c.     Semakin kabur atau tertutupnya pengetahuan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara.
d.   Miskinnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat tentang kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara.
Asas Manfaat Pemberitaan oleh Koran Kendari Pos Mengenai Kearifan Lokal yang Ada di Sulawesi Tenggara Menurut Kami
1.      Mengantisipasi minimnya pemahaman kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara
2.      Lebih melestarikan budaya lokal yang ada di Sulawesi Tenggara
3.      Sebagai gambaran bahwa di Sulawesi Tenggara punya identitas budaya yang berkaitan dengan kearifan lokal.
Saran Yang Coba Ditawarkan
1.    Agar jajaran redaksi Koran Kendari Pos lebih banyak memunculkan pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara agar masyarakat Sulawesi Tenggara tidak buta terhadap kearifan lokal yang ada di daerahnya.
2.    Sumber Informan harus jelas, yaitu informasi yang didapat mengenai penjelasan-penjelasan mengenai budaya di tiap-tiap daerah tentang kearifan lokal harus dari sumber yang menguasai tentang informasi tersebut agar informasi yang diterima dapat dipercaya dan tidak ada penyesatan informasi.
3.      Pembahasannya harus detail agar informasi yang oleh masyarakat diterima tidak sepotong-sepotong.

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN

PENGERTIAN PARADIGMA DALAM PENELITIAN Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worl...