PERANAN KORAN KENDARI
POS SEBAGAI MEDIA PENYALUR INFORMASI BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DI SULAWESI
TENGGARA
Kendari Pos merupakan
harian Nasional pertama di Sulawesi Tenggara. Awal pembentukannya, harian
Kendari Pos pertama terbit pada tanggal 6 Juni 1970 dengan nama Media Karya.
Berawal dari usaha keluarga yang didirikan oleh P.P Bittikaka bersama
saudaranya Benyamin Bittikaka dan putranyaIr. Jerry Bittikaka. Mereka membentuk
Yayasan Pers Nasional yang merupakan Surat Kabar Umum. Berita Media Karya pada
saat itu baru menggunakan SITT karena belum mempunyai percetakan sendiri, maka
percetakan surat kabar yang terbit empat halaman itu di Makasar, sedangkan
kantornya di rumah P.P Bittikaka. Pada waktu itu Media Karya sekali
seminggu sampai ke desa-desa dengan oplah 5.000 eksemplar setiap minggunya.
Setelah 16 tahun terbit
secara mingguan DPP Golkar meminta melalui Departemen Penerangan agar nama
mingguan Media Karya menjadi penerbit DPP Golkar sehingga Departemen Penerangan
meminta untuk memilih apa yang bisa dijadikan penggnti Media Karya yang akan
dipakai oleh Golkar. Perkembangan
selanjutnya, Media Kita yang terbit secara mingguan itu menjalin kerjasama
dengan Kanwil Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel)
Sulawesi Selatan Tenggara (Sulselra). Bersama Media Kita, Deparpostel membentuk
badan usaha yang yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang berkantor di
Makasar. Semua proses redaksional dan perusahaan daiadakan di Makassar. Surat Kabar mingguan
dalam manajemen baru itu, walaupun tetap terbit secara mingguan, layout tetap
menarik. Terbik 12 halaman Full colour dengan jangkauan peredarannya di seluruh
Indonesia. Berita-beritanya sebagian besar menyangkut masalah kepariwisataan.
Oplah saat itu mencapai 10.000 eksemplar, namun kerjasama dengan instansi
pemerintah yang manajemennya berbentuk fifty-fifty itu tidak bertahan lama.
Hanya berlangsung 10 bulan, akhirnya berhenti karena antara pengurus baru
maupun penyandang dana tidak mampu memperoleh keuntungan dari penerbitan itu.
Media Kita yang telah
berhenti bekerjasama dengan Kanwil DeparpostelSulselra terus berupaya
menerbitkan surat kbar yang pada saat itu sudah 20 tahun jatuh bangun dan tetap
kembali menerbitkan secara mingguan. Media kita yang sejak lama diberikan
kepercayaan sebagai pelaksana Koran Membangun Desa (KMD) selalu rutin mengikuti
lokakarya dan pertemuan berkala yang dilakukan LP3S. pada kesempatan itulah P.P
Bittikaka mengungkapkan kesulitan membesarkan surat kabarnya yang berada di aerah
dengan fasilitas terbatas. Salah satu saran yang
sangat menarik pada saat itu, LP3S memberikan solusi untuk menghidupkan pers
daerah seperti Media Kitayang ingin cenderung dengan sebuah penerbit besar dan
matang. LP3S menyarankan agar bergabung dengan Group Jawa Pos yang telah
berhail.saran tersebut tidak hanya datang dari LP3S, tetpi juga dari Departemen
Penerangan RI, H. Harmoko yang pada saat itu berkunjung ke Kendari Sulawesi
Tenggara dan secara langsung menyampaikan kepada P. P Bittikaka agar
segera bergabung dengan surat kabar profesional.
Saran dan masukan dari
berbagai pihak tidak disia-siakan oleh P.P Bittikaka yang mempunyai obsesi
untuk tetap menerbitkan dan membesarkan Media Kita. Pada bulan Agustus 1994,
P.P Bittikaka mengikuti rapat KMD di Surakarta dan berkunjung Ke Surabaya untuk
menemui FIN Dahlan Iskan, Direktur Utama Jawa Pos yang juga Pimpinan Redaksi
Jawa Pos P.P Bittikaka berkeyakinan bahwa untuk menerbitkan Media Kita secara
harian harus bergabung dengan surat kabar yang mapan dan Jawa Pos merupakan
salah satu sasaran dan memiliki peluang yang cukup besar. Walaupun Jawa Pos Media
Group sedang gencarnya melakukan ekspansi keberbagai daerah ternyata jawaban
Dahlan Iskan tidak seperti yang di bayangkan sebelumnya. Dahlan Iskan merasa
terlalu jauh untuk mengembangkan usaha di Kendari dan mengatakan bahwa akan
membatasi usahanya di luar Jawa karena kalau mau membuka usaha lebih bagus di
Jawa saja.
Namun bukan berarti
putuslah harapan P.P Bittikaka Dahlan Iskan menyarankan agar menemui H.M Alwi
Hamu, Ketua Badan Pengawas dan Pengembangan Anak Perusahaan Jawa Pos Media
Group. P.P Bittikaka, Dahlan Iskan mengambil Media Kita sebagai salah satu anak
perusahaannya bukan semata-mata ingin mencari keuntungan karena Cuma ingin
membantu bagaimana koran daerah bisa maju dan berkembang walaupun dalam waktu
yang panjang. Dalam kepengurusan PT
Media Kita Sejahtera, Dahlan Iskan sebagai Komisaris Utama, H. Mahtum Mastoem
sebagai komisaris. Sementara direksinya terdiri dari H.M. Alwi Hamu sebagai
Direktur, dan Pengasuh Media Kita terdiri dari P.P Bittikaka sebagai Pimpinan
umum atau pemimpin redaksi dan Benyamin Bittikaka sebagai pimpinan perusahaan.
Sementara pemegang saham terdiri dari Dahlan Iskan, H. Mahtum Mastoem RIP
Bittikaka dan H.M. Alwi Hamu. Untuk mewujudkan
terbitnya Media Kita secara harian, Jawa Pos Media Group memberikan bantuan
dana sebesar Rp 125 juta. Dan tersebut digunakan untuk mengembangkan Media Kita
di Sulawesi Tenggara dengan membangun kantor semi permanent di jalan Malik Raya
No 4 sebagai kantor Redaksi Perusahaan Percetakan dan Iklan.
Selain itu Jawa Pos
Media Group juga memberikan bantuan pembinaan manajemen. Sebelum terbit Media
Kita terlebih dahulu mengadakan magang di Group Jawa Pos, baik diharian Jawa
Pos sendiri maupun di Harian Fajar Makassar, salah satu anak perusahaan
Jawa Pos yang terdekat dengan Media Kita. Bahkan awal pengoperasian penerbitan
secara harian, didatangkan tenaga teknis dari Surabaya (Jawa Pos) maupun
Makassar (Harian Fajar) baik berupa teknis mesin cetak maupun pra cetak. Di bidang manajemen dan
Redaksi Jawa Pos melalui anak perusahaannya harian Fajar mengutus 2 orang
tenaga Redaksi, 2 orang tenaga Wan, dan 1 orang tenaga pra cetak. Selain itu
untuk redaksi-redaksi pra cetak dan perusahaan, kendaraan yang terdiri dari
sepeda motor dinas, meja dan kursi kantor. Jawa Pos juga terbit sampai sekarang
mensuplay berita nasioanal, internasional maupun daerah, khususnya di luar
Sulawesi Tenggara melalui Jawa Pos News Network (JPNN). Tanggal 9 September
1999, surat kabar harian yang selama ini dikenal dengan nama Media Kita berubah
nama menjadi Kendari Pos. Pimpinan redaksinya adalah P.P Bittikaka. Perubahan
nama tersebut dilakukan dalam rangka menyikapi perkembangan zaman dari Orde
Baru menjadi Orde Reformasi. Pada masa rezim orde baru berkuasa diketahui bahwa
surat kabar sangat sulit untuk berdiri.
Segi pemasaran surat
kabar pembaca yang berasal dari Kota Kendari maupun dari kabupaten Kendari dan
Kolaka pasti mempunyai ikatan tersendiri dengan Kendari Pos, begitu juga dengan
pembaca yang berasal dari Kabupaten Muna maupun Kabupaten Buton tetap akan
mempunyai ikatan tersebut sebab di ketahui bahwa Kendari adalah merupakan ibu
Kota Propinsi yang merupakan bacaan utama masyarakat Sulawesi Tenggara dan
mempunyai posisi strategic sebagai tempat-tempat untuk mempromosikan usahanya.
Konsep
Kearifan Lokal
Keberagaman
dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budaya-budaya lokal yang
berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak saja terdapat secara
internal, tetapi juga karena pengaruh-pengaruh yang membentuk suatu kebudayaan.
Perkembangan budaya lokal di setiap daerah tentu memiliki peran yang signifikan
dalam meningkatkan semangat nasionalisme, karena kesenian budaya lokal tersebut
mengandung nilai-nilai sosial masyarakat. Kearifan lokal itu mengandung
kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi dan melekat
kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan karakter dan
intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka
terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan
sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar
kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan
memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Kearifan
lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan
berperilaku sehari-hari. Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan
menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh
karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan
martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang bersifat umum
dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi
nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya.
Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg
dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak
dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang
tertentu (Ridwan, 2007).
Keanekaragaman
budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra
budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting
bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu,
keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari
warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi
dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi,
warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi
tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya
dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang
masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan,
diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh. Di sini
dibutuhkan peran yang lebih dari media massa seperti Koran Kendari Pos untuk
selalu mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di daerah ini.
Agar masyarakat tidak buta dan tidak ada penyesatan sejarah terhadap kearifan
lokal yang ada di Sulawesi Tenggara. Inilah
alasan kami mengangkat masalah Kendari Pos yang dalam pemberitaannya kurang
atau sangat minim mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di
Sulawesi Tenggara.
Peran
Media Massa
Peran media masa dalam
kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan modern tidak ada yang menyangkal,
menurut Mc Quail dalam bukunya Mass Communication Theories(2000 : 66), ada enam
perspektif dalam hal melihat peran media.
1.
Melihat media masa sebagai window on
event and experriece. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan
khalayak melihat apa yang sedang terjadi disana. Atau media merupakan sarana
belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
2.
Media juga sering dianggap a mirror of
event in society and the word implying a faithful reflection. Cermin berbagai
peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia yang merefleksikan apa adanya.
Karenanya para pengelola sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh
dengan kekerasan , konflik, pornografi, dan berbagai keburukan lain, karena
memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas
dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah framing dari isi
yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para
professional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahwi apa
yang mereka inginkan.
3.
Memandang media masa sebagai filter,
sebagai guide atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi
perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk
content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan“
oleh media tentang apa-apa yang layak diketahwi dan mendapat perhatian.
4. Media masa acapkali juga dipandang
sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan atau
menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian , atau alternative yang beragam.
5.
Melihat media sebagai forum untuk
mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga
memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
6.
Media masa sebagai interlocutor, yang
tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga parthner
komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.
Latar
Belakang Koran Kendari Pos Minim Dalam Pemberitaan Tentang Kearifan Lokal yang
ada Di Sulawesi Tenggara
Yang menjadi persoalannya adalah sangat minimnya peran media
massa koran Kendari Pos dalam mengangkat pemberitaan mengenai kearifan lokal
yang ada di Sulawesi tenggara. Berdasarkan beberapa sampel yang kami analisis, dari
sepuluh sampel hanya satu sampel yang mengangkat pemberitaan mengenai kearifan
lokal yang di Sulawesi Tenggara. Dari beberapa sampel sudah dapat mewakili dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa berita harian Kendari Pos dalam mengangkat
pemberitaan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara sangat minim.
Menurut analisa kami yang melatar belakangi berita tentang kearifan lokal
sedikit diangkat di harian Kendari Pos dibandingan dengan berita-berita seperti
situasi daerah, ekonomi, politik, hukum dan kriminal serta berita mengenai
pemerintahan adalah sebagai berikut :
1. Target
kepentingan itu lebih diutamakan dari pada berita-berita tentang nilai atau
budaya yang ada di Sulawesi Tenggara.
2. Untuk
mendongkrak status quo sebagai media terbesar di Sulawesi Tenggara
3. Membuka
jaringan atau relasi sehingga sesi pemberitaan kearifan lokal terabaikan.
Dampak
Positif dan Negatif Yang Ditimbulkan Dengan Pemberitaan Kendari Pos Tentang
Kearifan Lokal Yang Ada Di Sulawesi Tenggara Menurut Kami adalah :
1.
Dampak
Positif
a. Dengan
maksimalnya pemberitaan harian Kendari Pos dalam mengangkat berita mengenai
kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara menjadikan kita sebagai masyarakat
Sulawesi Tenggara lebih mengetahui bahwa di setiap daerah-daerah yang ada di
Sulawesi Tenggara terdapat kearifan lokal yang berbeda-beda yang menjadikan
daerah kita kaya akan nilai dan budaya lokal.
b. Kita
sebagai masyarakat Sulawesi Tenggara tidak buta terhadap nilai-nilai atau
budaya daerah kita masing-masing.
c. Dapat
membuka mata para generasi muda bahwa kearifan lokal yang ada di Sulawesi
Tenggara tidak kalah dengan kearifan lokal yang ada di daerah-daerah lain atau
di negara-negara lain.
d. Menjadikan
kita sadar bahwa kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara tidak termakan oleh
perkembangan zaman seiring dengan perkembangan teknologi dan di era globalisasi
yang semakin berkembang.
e.
Dapat menjelaskan dan menggambarkan
bahwa kearifan lokal yang di Sulawesi Tenggara sangat kaya dan itu tidak bisa
diabaikan begitu saja karena itu akan menjadi warisan budaya kepada anak cucu
kita nanti.
f.
Dapat menambah wawasan mengenai kearifan
lokal yang ada di Sulawesi Tenggara dan menjadi bahan referensi atau informasi bagi
para peneliti untuk melakukan penelitian mengenai kearifan lokal yang ada di
Sulawesi Tenggara.
2.
Dampak
Negatif
a.
Dengan minimnya pemberitaan harian Kendari Pos
dalam mengangkat berita mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara tersebut mengakibatkan generasi penerus bangsa cenderung kesulitan
untuk menyerap nilai-nilai budaya menjadi kearifan lokal sebagai sumber daya
untuk memelihara dan meningkatkan martabat dan kesejahteraan bangsa.
b.
Krisis identitas dan krisis budaya
lokal yang menyebabkan para generasi muda di Sulawesi Tenggara hanya ikut-ikutan
dalam mengadopsi budaya dari luar tanpa disikapi dengan kritis dan mengabaikan budaya
yang ada pada daerahnya masing-masing.
c. Semakin
kabur atau tertutupnya pengetahuan mengenai kearifan lokal yang ada di Sulawesi
Tenggara.
d. Miskinnya
informasi yang diperoleh oleh masyarakat tentang kearifan lokal yang ada di
Sulawesi Tenggara.
Asas Manfaat Pemberitaan oleh Koran Kendari
Pos Mengenai Kearifan Lokal yang Ada di Sulawesi Tenggara Menurut Kami
1. Mengantisipasi
minimnya pemahaman kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara
2. Lebih
melestarikan budaya lokal yang ada di Sulawesi Tenggara
3. Sebagai
gambaran bahwa di Sulawesi Tenggara
punya identitas budaya yang berkaitan dengan kearifan lokal.
Saran Yang Coba Ditawarkan
1. Agar
jajaran redaksi Koran Kendari Pos lebih banyak memunculkan pemberitaan mengenai
kearifan lokal yang ada di Sulawesi Tenggara agar masyarakat Sulawesi Tenggara
tidak buta terhadap kearifan lokal yang ada di daerahnya.
2. Sumber
Informan harus jelas, yaitu informasi yang didapat mengenai penjelasan-penjelasan
mengenai budaya di tiap-tiap daerah tentang kearifan lokal harus dari sumber
yang menguasai tentang informasi tersebut agar informasi yang diterima dapat
dipercaya dan tidak ada penyesatan informasi.
3. Pembahasannya
harus detail agar informasi yang oleh masyarakat diterima tidak
sepotong-sepotong.